BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Teh sudah
sangat dikenal oleh masyarakat dunia sebagai minuman penyegar
tubuh.Sejarahnyateh pertama kali ditemukan di Cina pada 2737 SM oleh Kaisar
Shen Nung yang tanpa sengaja saat memasak air, daun teh masuk kedalamnya.
Kemudian dari air didihan tersebut diminum oleh kaisar dan kaisar merasakan
kesegaran sesuai meminumanya . Sejak saat itu teh menjadi minuman yang penting
bagi masyarakat china. Selain china, tanaman teh juga dapat tumbuh di india dan
jepang.
Pada awal abad
ke-17bangsa Belanda dan Portugis mulai memperkenalkan minuman teh di eropa.
Mulanya minuman teh tidak diperhatikan, namun berkat Ratu Inggris Chaterhine of
Braganza, teh lebih dikenal oleh masyarakat luasnya. Chaterine of Braganza memperkenalkan minuman teh kepada para
bangsawan acara penjamuan kerajaan.
Minuman ini disuguhkan sebagai minuman pengganti anggur yang menyegarkan
danmenyethatkn dibandIing amggur. Mulai saat itulah teh menjadi salah satu
komoditas yang pentingdan mendapatkan kesan yang baik di kalangan masyarakat
Eropa.
Pencitraan yang
baik dilakukan oleh Catehrine of Braganza, membuat teh menjadi lebih terkenal
dan lebih bernilai lagi. Dampaknya adalah teh menjadi salah satu komoditas yang
berharga sehingga membuat orang-orang Eropa tertarik untuk lebih lanjut
membudidayakanya. Budidaya tanaman teh sendiri banyak ditemukan didaerah
teropis yaitu di Asia Selatan dan asia Tenggara. Sehingga banyak orang Eropa
yang kemudian ke Asia Sealatan dan Asia Tenggara guna meneliti tanaman teh. Di
Indonesia sendiri, tanaman teh pertamakali di kembangkan di Gambung, Jawa Barat
oleh R.E Kerkhoven pada tahun 1863. Pada saat itu Kerkhoven berhasil menanam
teh jenis assaimica yang di bawa dari Srilanka dan kemudian menjadi teh yang
disukaI oleh masyarakat eropa. Berkat usaha Kherhoven ini, tanaman teh menjadi
tersebar diseluruh pulau Jawa sampai saat ini sehingga menjadi salah satu
komoditas utama bagi Indonesia.
Teh diperoleh dari
pengolahan daun (pucuk daun dan daun-daun muda) dari tanaman teh (camilia sinensis). Tanaman ini berasal dari pegunungan
Himalaya. Karenanya diaerah teropis
tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah pegunungan, di dataran-dataran tinggi
dengan suhu 14-25o C. Di indonesia tanaman teh tumbuh baik di
daerah-daerah dengan ketinggian 250-1.200 m. Tanaman teh membutuhkan curah
hujan yang merata sepanjang tahun sekurang-kurangnya 2.000mm (adisewoyo, 1982).
Tanaman teh mulai
dapat di petik pucuknnya setelah berumur 5tahun dan dapat berproduksi sehingga
umur 40 tahun jika pemeliharaan dilakukan dengan baik. Karna itulah tanaman teh perlu di pupuk,
dibebaskan dari serangan hama dengan penyemprotan secara teratur, mendapat
hasil yang maksimal (Leniger, 1941).
Menurut Adisewojo
(1982), secara umum tanaman teh terdiri
dari dua varietas besar yaitu sinensis yaitu teha sinensis yang berasal dari
daerah Tibet dan Tiongkok sebelah
selatan dan varietas besar yaitu Teha sinensis yang berasal dari India pada
tahun 1878. Teha sisnesis mempunyai daun yang lebih kecil dari Teha asamica. Salah satu kelebihan dari
varietas assamica ini adalah polifenolnya yang tinggi. Sehungga sangatlah
bralasan apabila teh Indonesia lebih berpotensi dalam hal kesehatan
dibandingkan teh jepang maupun cina yang mengandalkan varietas sinensis sebagai
bahan bakunya.
Komoditas teh
dihasilkan dari pucuk daun tanaman teh melalui proses pengolahan tertentu.Secar
umum teh diklasifikasikan berdasarkan proses pengolahannyabmenjadi 3 macam
yaitu teh hitam, teh hijau dan teh oolong. Teh hijau tnpa proses
fermentasi tidak menggunakan mikrobia sebagai sumber enzim, melainkan dilakukan
oleh enzim polifenol oksidase yang
terdapat di dalam teh itu sendiri. T eh oolong merupakan teh yang dalam
pengolahannya memerlukan proses fermentasi sebgian atau sering disebut semi
fermentasi.
Dalam perkembangan
budidaya teh I ndonesia, pengolhan teh hitam mendapat perhatian cukup besar
sehingga teh kering yang dihasilkan disukai olh konsumen dam dan luar negri.
Teh hitam sudah lama menjadi komdiyi ekspor Indonsia yang sangat penting selain
minyak bumi dan hasil –hasil lainnya. Perkembangan
nilai ekspor teh semakin meningkat dari
tahun ke tahun dan berkisar antara 1,24%
- 3,86% (Arifin, 1994).
Menurut Andrew T
Supit, salah satu pengurus Dewan Teh Indonesia yamg dikutif dari ANTARA news
tingkat produksi teh pada tahun 2010 mencapai 120.000 ton atau memenuhi sekitar
5,8% kebutuhan teh Dunia dengan luas
tahun kebun 148.000 ha. Hal ini didorong oleh konsumsi teh di dunia yang besar
pada tahun 2007 sebsar 3,5 juta yang terdiri dari teh hitam, teh hijau dan teh
oolong (teh semi fermentasi). Dari jumlah sebesar itu, 69% adalah th hitam.
Indonesia menjadi penghasil tanamn teh terbesar ke 6 di dunia setelah vietnam,
India, China, Srilangka dan Kenya. Perkembangan teh indonesia yan semakin pesat
perlu diperhatikan lebih dalam sehingga ke depannya kualitas teh indonesia
dapat lebih baik.
Beberapa tahun
terakhir permintaan pasar yang menghendaki ukran partikel lebh kecil dan lebih
halus. Sehingga proses pengolahan teh hitam pada bagian penggilinan lebih
ditekankan. Untuk mendapat ukuran partikel lebih kecil maka menggunakan metode
orthodox rotorvane yang lebih menekannya pada penggilingannya. Beberapa metode
pengolahan teh hitam merupakan solusi untuk meningkatkan kualitas teh dan
supaya nilai jual teh didunia lebih tinggi sehingga meningktkan pemasukan bagi
negar Indonesia.
PPTK Gambung merupakan
prusahaan yang memproduksi teh hitam dengan sistem pengolahan orthodox
rotorvane. Sistem digunakan untuk memperoleh ukuran bubuk partikel yang lebih
kecil dn lebih halus sesuai dengan permintaan pasar. Teh hitam PPTK Gambung
sebagian besar di ekspor ke luar negri
dan kualitas dari teh yang diproduksi tidak kalah dengan negara-negara lain.
Pemilihan lokasi
kerja praktek di PPTK Gambung,Bandung, Jawa Barat, karena sampai saat ini PPTK
Gambung telah memproduksi jenis teh hitam yan berkualitas dan diminati pasar.
Selain itu merupakan pusat penelitian teh di Indonesia sehingga banyak para
peneliti yang ada disana dan memudahkan mahasiswa menggali lebih banyak lagi
ilmu yang berkembang di dunia mengenai teh di dunia dan teh di Indonesia pada
khususnya.
B. Tujuan
Tujuan dalam
Laporan Kerja Praktek adalah melatih siswa agar dapat berfikir secara logis
dalam menguraikan dan membahas suatu permasalahan yang ada di dunia kerja
sesuai dengan dengan pengetahuan yang telah diperoleh selama di bangku sekolah
sesuai dengan bidang studinya. Selain itu, melatih siswa agar memiliki kemampun
membuat suatu penulisan laporan sistematis dan terstruktur seuai dengan format
yang berlaku.
C. Manfaat
Kerja Praktek di
PPTK Gambung diharapkan dapat memberikan manfaat kepada siswa berupa
pengetahuan mengenai dunia kerja. Dapat memahami proses pengolahan teh sampai
proses pengemasannya.
BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK)
ddurikan tanggal 10 Januari 1973, sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
14/Kpts/Um/1973, dengan tujuan untuk meningkatkan kegiatan peneliti komoditi
teh dan kina.Sebelum tahun 1973 kegiatan penelitian teh dan kina dilakukan oleh
Balai Penelitian Perkebunan Bogor dan Pusat Penelitian Budidaya Kina
Tjinjiruan. Sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian no.:
823/Kpts/KB/110/11/1989, tanggal 30 Nopember 1989, pengelolaan BPTK dialihkan
dari Badan Litbang Pertanian kepada Asosiasi Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan Indonesia (AP3I), dan nama BPTK diaubah menjadi Pusat Penelitian
Perkebunan Gambung (Puslitbn Gambung). Dalam ketetapan Rapat Anggota AP3I No.:06/RA/VII/92,
tanggal 25 Juli 1992, dan telah disetujui Mentri Pertanian , sesuai surat
No.:OT.210/552/Mentan/XII/92, tanggal 17 Desember 1992, nama Puslitbun Gambung
diubah menjadi Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK). Sejak tahun 1996,AP3I
digabung dengan AP2GI (Asosiasi Pnelitian dan Perkebunan Gula Indonesia) menjadi
AP2I (Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia) dan Pada tanggal 31 januari
2003 berubah kembali menjadi LRPI (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia)
Perubahan nama dan pengelolaan
tersebut tidak mengubah mandat yang telah sejak ditetapkan sejak tahun 1973,
yaitu untuk menyelenggarakan penelitian tepat guna (applied research) di
bidang teh dan kina dengan tujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas dari
produksi teh dan kina serta memcahkan problema yang timbul atau diduga akan
timbul di bidang pengusahaan teh dan kina.
Sejak pengelolaan PPTK dialihkan
dari Mentri pertanian RI kepada AP3I penandaannya berasal dari iuran APPI
sebesar 16%, dana APBN 6%, dan selebihnya 78% berasal dari penddapatan sendiri.
Dengan menurunnya harga teh dalam kurun waktu 2000-2005 PPTK mengalami
kesulitan likuiditas karena pendapatan maksimal yang dicapai setiap bulan tidak
dapat mencukupi kebutuhan minimal. Akibatnya hutang PPTK terus menumpuk dan
banyak hak-hak karyawan yang tidak dapat dipenuhi. Kondisi ini telah
berlangsung lama dan PPTK tidak dapat mengangkat tenaga peneliti baru. Dengan
banyaknya tenaga peneliti senior yang pensiun maka tenaga peneliti yang ada
sangat terbatas sehingga cukup menghambat peran PPTK Gambung sebagai penghasil
inovasi teknologi teh dan kina nasional.
Sejarah Pusat Penelitian Teh dan
Kina tidak terlepas dari perkembangan penelitian teh dan kina yang dilakukan
sejak masa pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1893 dengan kronologis
sebagai berikut.
1893
: Soekabumische membiayai seorang Landbouw Vereeniging bekerja sama dengan Kebun Raya Bogor asisten di
Laboratorium Agrokimia untuk bertugas khusus melakukan penelitian-penelitia
teh.
1902
: Berdiri Proefstation voor Tehe yang merupakan bagian dari Kebun Raya Bogor
berdasarkan Keputusan Pemerintah Nomor 16 tertanggal 13 April 1902.
1911
: Berdiri Gouvernements Kina-Proefstation di Cinyiriuan,Pangalengan,berdasarkan
Keputusan Gubernur Jenderal No 35 tertanggal 31 Mei 1911.
1912
: Proefstation voor Tehe dijadikan bagian dari Departemen Pertanian dan namanya
diubah menjadi Algemeen Proefstation voor Tehe.
1925
: Dibentuk Algemen Landbouw Syndicat (ALS).
1932
: ALS mempersatukan Algemen Proefstation voor Tehe dengan Proefstation voor
Rubber dengan nama Proefstation West-Java.
1938
: Penelitian kina di Cinyiruan dipindahkan ke Bogor dan menjadi tugas dari
Proefstation West-Java.
1942
: Proefstation West-Java berubah nama menjadi Seibu Sikenzyioo.
1945
: Seibu Sekinzyoo kembali berubah nama menjadi Proefstation der Centrale
Proefstation Verneging (CPV).
C.
Deskripsi Perusahaan
1. Lokasi PPTK Gambung
PPTK Gambung terletak di gunung Tilu
sebelah selatan Bandung, tepatnya di Desa Mekar Sari, Kecamatan Pasir Jambu,
Kewedanna Soreang, Kabupaten daerah tingkat II Bandung. Jarak dari kota Bandung
sekitar 40 km ke arah tenggara dengan ketinggian 1300m di atas permukaan laut.
Untuk batas-batas wilayah geografis PPTK Gambung antara lain:
Sebelah
utara : Desa Cibodas
Sebelah
selatan : Gunung Ciwaringin
Sebelah
barat : Desa Cisonadari
Sebelah
timur : Desa Lumajang
Lokasi perkebunan terdapat pada
ketinggian kurang lebih 1200-1400m di atas permukaan air laut, keadaan tanhanya
berbukit-bukit dengan kmiringan bervariasi 20-70 luas areal konsensi kebun
kurang lebih 636,13ha, terdiri dari 356,87ha untuk areal teh dan 22ha untuk
areal kina dan yang lainnya untuk bangunan kantor, laboratorium, perumahan
pabrik dan tanah cadngan.
PPTK
Gambung memiliki 2 afdeling yaitu Kebun Gambung Utara dan kebun Gambung Selatan
yang masing-masing terdiri dari 9 sampai 11 blok. Gambung Utara sebagai blok A
memiliki luas 184,42 ha dan Gambung Selatan sebagai blok B memiliki luas areal
184 ha. Kebun inj digunakan sebagai kebun percobaan penerapan teknologi
hasil-hasil penelitian baik dalam bidang kultur maupun pengolahan. Selain konsensi
yang ada di PPTK Gambung juga terdapat kebun-kebun percobaan di
Chincona-Cibeureum (Pengalengan, jawa barat), Pasir sarongge (Cianjur-jawa
barat), dan simalungun (Sumtera Utara).
Lokasi pabrik berada di sekitar
kebun dan kantor PPTK. Terdapat dua pabrik pengolahan yaitu, pabrik pengolahan
teh hitam dan prototype pabrik engoslhan teh hijau terdapat di pasir sarongge ,
cipanas, kabupaten cianjur ,jawa barat. Luas pabrik teh hitam 3200 m2 dengan
panjang 80m dan lebar 40 m. Pabrik teh hitam memiliki tiga lantai yang mana
lantai tiga untuk kantor pabrik dan pelayanan, lantai dua untuk kantor kebun,
dan lantai dasar untuk ruang pengolahan.
Tabel
1.1 Luas Kebun Percobaan dan Percontohan
PPTK
NO
|
Lokasi Kebun
|
2010(ha)
|
1
|
Gambung
|
636.11
|
2
|
Chincona-Cibeureum
|
22.66
|
3
|
Pasir Sarongge
|
72.32
|
4
|
Simalungun
|
114..91
|
|
Total luas area
|
846
|
2.
Keadaan Alam
Angin di daerah Gambung berkecepatan
sedang dan basah. Angin kencang sering terjadi pada peralihan musim, dan kabut
sering turun pada musim penghujan sehingga mengurangi intensitas cahaya
matahari yang sampai pada pada tanaman teh. Angin kencang ditanggulangi dengan
menanam tanaman pelindung (wind break) contohnya lamtoro (leucaena
laucochephala) yang tahan kutu loncat dan silver oaks (grevillea robusta).
Selain
berperan sebagai pohon pelindung, tanaman-tanaman ini juga merupakan sumber
enrgi yang baik sebagai kayu bakar di pabrik teh.
Daerah perkebunan teh di PPTK
Gambung merupakan tanah yang berbukit-bukit dengan ketinggian tempat berkisar
antara 1200-1400m di atas permukaan laut (DPL).
Tanah di perkebunan teh di PPTK
Gambung di dominasi oleh dua jenis tanah, yaitu jenis tanah andosol (vulakanis
muda) dan jenis tanah latosol. Tanah andosol berwarna coklat kekuning-kuningan
dngan struktur geluh dan berstruktur remah, lunak atau sngat halus,sehingga
mempunyai daya ikat air yang tinggi, tanah gembur dan ketahanan srukturnya
tinggi serta mudah di olah. Tanah latosol berwarna agak merah dngan tekstur
lempung sampai geluh, strukturnya remah sampai gumpal lemah sehingga bila
terkena hujan akan lengket tetapi jiga kondisi kekeringan menjadi keras dan
pecah-pecah. Adapun pH tanah di wilayah kebun gambung bekisar antar 4,5-5,6
dengan kadar bahan bahan organic anatara 1,35-6,73% dan kadar P dan K tergolong
rendah sampai sedang.
1.
Alat
Pelayuan
Alat atau atau mesin yang digunakan dalam melakukan proses
pengolahan teh di PPTK Gambung adalah sebagai berikut :
a.
Monorail
conveyor
Alat ini berpungsi sebagai alat angkut untuk membawa pucuk teh
segar yang telah diturunkan dari truk pengangkut ke tempat pelayuan (withrering
trough) selain itu alat ini juga digunakan untuk mengangkut pucuk yang telah
selesai dilayukan menuju saluran penyalur pucuk yang menuju ruang penggulungan.
Alat ini dijalankan dengan menggunakan tenaga motor listrik berkuatan 1 Hp
dengan kecepatan putaran 1420rpm.
b.
Palung
pelayuan (withering trough)
Alat ini berpungsi sebagai tempat untuk menyimpan pucuk yang akan
dilayukan sehingga mencapai tingkat yang dikehendaki yaitu sampai penurnan
kadar air pucuk sekitar 40-50%. Terdapat 16 unit trough yang ada di PPTK, satu
unit trough mempunyai kapasitas 30-35m2 pucuk teh. Bentuk trough
adalah persegi panjang yang terdiri dari dua tingkat, tingkat pertama sebagai
ruang untuk hembusan udar yang dialirkan oleh saluran udara panas yang berasal
dari Heat exchanger yang akan dihembuskan oleh blower ke dalam ruangan
tersebut. Tingkat yang kedua sebagai tempat untuk membeberkan pucuk dialirkan
oleh saluran udara dan tingkat kedua berpungsi sebagai tempat untuk membeberkan
pucuk segar. Alat ini dilengkapi dengan pintu pengeluaran yang berpungsi untuk
memgeluarkan udara dan kotoran.
FOTO
c.
OTR
(open top roller)
Proses penggulungan di PPTK adalah dengan menggunakan mesin OTR.
Mesin OTR dapat menggulung pucuk teh yang telah layu tanpa menggunakan tekanan,
OTR bekerja dengan type single action atau menggulung dengan satu arah putaran
yang searah jarum jam. Mesin OTR dilengkapi dengan silynder penggulung yang
fungsinya untuk tempat penyimpanan pucuk yang akan digulung, silyinder
penggulung ini terbuat dari stainless steel dengan diameter 47 inch dengan
kapasitas silynder penggulung 300kg, ujung atas silynder ini terbuka digunakan
sebagai tempat memasukan pucuk yang disalurkan dari ruang pelayuan dengan
menggunakan saluran-saluran yang terbuat dari plastik, sylinder ini yang akan
berputar dalam melakukan proses penggulungan dengan kecepatan putaran 42 rpm
yang digerakan oleh tenaga motor listrik berkekuatan 20 hp yang menghasilkan
kecepatan putaran 1440 rpm, daya dari motor listrik tersbeut dihubungkan
sylinder penggulung dengan menggunakan sabuk (belt) yang berpungsi untuk
mentransmisikan putaran motor melalui engkol. Dalam prinsip kerjanya mesin ini
dilenkapi juga dengan meja gulung yang terdpat plat-plat besi yang berpungsi
sebagai pembalik pada permukaannya dan akan menggulung pucuk ketika sylinder
penggulung berputar. Hasil penggulungan melalui lung pengeluaran yang berada di
bawah meja penggulung.
FOTO
d.
Rotorvane
Prinsip kerjanya pucuk-pucuk teh dimasukan ke dalam rotorvane
melalui hopper (lubang pemasukan), kemudian pucuk tersebut diangkut oleh
konveyor menuju tempat penggilingan yang terdiri dari feed worm yang
berbentu spiral yang akan mendorong pucuk tersebut ke dalam baling-baling yang
berputar (pisau pemotong) diantara resistor yang menempel pada dinding putaran
dan akan memotong dan meggiling pucuk . Rotorvane di PPTK Gambung ada dua jenis
yaitu RV 8 inch dengan kapasitas 600 kg/jam dan kedua berukuran 15 inch dengan
kapasitas 1000-1200 kg/jam, kedua alat ini digerakan oleh tenaga penggerak
motor listrik yang berkekuatan 15 hp dengan kecepatan putaran 1440rpm.
e.
Press
cap roller (PCR)
Bentuk dan cara kerja PCR hampir sama dengan OTR hanya saja
perbedaannya terletak pada PCR dilengkapi dengan alat pengepres yang tervuat
dari plat stanles yang dibawahnya dari kayu, cara pengoprasian alat ini
dilakukan perbandingan 5 : 10 dimana 5 menit dikirab (buka) dan 10 menit di
press. Bubuk yang akan digiling dimasukan kedalam alat ini melalui lubang
pemasukan yang berada diantara pengepress dan silinder penggulung dengan cra
menggunakan sekop, kapasitas PCR ini adalah 285 kg/operasi, motor penggerak
yang digunakan adalah motor listrik dengan kekuatan 20 hp dengan kecepatan putaran
1440 rpm.
f.
Rbbs
(rotary ball breaker sifter)
Alat atau mesin ini digunakan dalam proses sortasi basah, alat ini
berpungsi sebagai pengayak untuk memisahkan bubuk teh basah berdasarkan ukuran
atau grade. Dalam pengoprasiannya bubuk yang akan di sortasi dimaskan ke dalam
lubang pemasukan dimana dalam lubang pemasukan tersebut terdapat plat pemotong
yang berputar yang digerakan oleh motor listrik sehingga bubuk tidak menggumpal
dan terpecah, bubuk-bubuk yang sudah terpecah tersebut kemudian diangkut oleh conveyor
ke ssebuah ayakan (roll breaker). Ayakan yang terdapat pada roll breaker di
pasang secara berurutan dengan ukuran 7-7-7 atau ukuran 6-6-7, untuk ukuran
mesh 6-6-7 di gunakan untuk menghasilkan bubuk I dan bubuk II sedangkan untuk
ukurn mesh 7-7-7 digunakan untuk menghasilkan bubuk III, sedangkan untuk bubuk
yang tidak lolos dari ukuran-ukuran mesh disebut bubuk badag. Alat ini
berkapasitas 1200 kg/jam.
g.
Rak
dan Baki
Baki-baki yang digunakan terbuat dari alumunium sebagai tempat
untuk menyimpan bubuk teh yang telah di sortasi basah, baki ini berbentuk
persegi panjang dengan ukuran sekitar 65 cm x 60 cm x 7 cm.
h.
Humidifier
BAB III
MANAJEMEN PERUSAHAAN
A. Struktur dan
Sistem Organisasi
Struktur organisasi yang digunakan di PPTK Gambung adalah struktur organism garis atau staf, karena setiap atasan
mempunyai bawahan tertentu dan bertanggung jawab secara langsung pada
pimpinan. PPTK dipimpin oleh seorang direktur dan dibantu oleh 3 orang pejabat
lapis II, yaitu Kepala Bidang Usaha, Kepala
Bidang Penelitian, dan Kepala Biro Umum dan SDM.
Kepala Bidang Usaha membawahi due unit usaha kebun (UUK), yaitu WK Gambung dan UUK Simalungun; Unit Pelayanan Jasa;
dan Unit Pemasaran. Setiap unit kerja
usaha ini dipimpin oleh manajer. Unit Usaha Kebun bertanggung jawab mengelola kebun dan pabrik pengolahan teh hitam
dan teh hijau. Unit Pelayanan Jasa
bertanggung jawab mengelola laboratorium yang melayani berbagai pengujian mutu produk dan bahan serta efikasi
produk yang akan diaplikasikan untuk
menunjang produktivitas kebun, kerja same penelitian, memberikan layanan
jasa kepakaran lainnya (rekomendasi pemupukan,
studi kelayakan, pemetaan tanah, survey kesesuaian lahan, pendampingan dan bantuan teknis), dan mengelola
agrowisata. Sedangkan Unit Pemasaran
bertanggung jawab memasarkan produk hulu dan hilir teh dan kina berupa bahan tanaman, saprotan, teh ;jadi,
dan kulit kina.
Kepala Bidang Penelitian membawahi empat Kelompok Peneliti (Kelti), Urusan Penyampaian Hasil Penelitian (PHP), dan
Urusan Perencanaan-Monitoring-Evaluasi Riset
(Remonev). Kelompok Peneliti merupakan
wadah para peneliti yang dikelompokkan menjadi Kelompok Peneliti Budidaya,
Kelompok Peneliti Proteksi, Kelompok Peneliti Teknologi Pertanian, dan Kelompok Peneliti Sosial Ekonomi
Pertanian. Urusan PHP bertanggung
jawab mengelola Perpustakaan yang menyediakan berbagai bahan pustaka mengenai
teh dan kina serta pertanian dan perkebunan pada umumnya; memberikan layanan informasi komoditi teh dan kina; dan mengelola kegiatan Publikasi yang bertugas
melakukan penerbitan dan pencetakan berbagai media (jurnal, warta,
monografi, display, dan sebagainya) untuk
menyalurkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh PPTK.
Kepala Biro Umum dan SDM membawahi
Urusan Sumber Daya Manusia
(SDM), Urusan Keuarigan, dan Urusan Rumah Tangga. Urusan SDM bertanggung jawab mengelola administrasi
dan kesejahteraan pegawai. Urusan Keuangan bertanggung
jawab mengelola
administrasi keuangan dan pembukuan. Urusan Rumah Tangga bertanggung jawab mengelola
bidang umum yang meliputi tata usaha, aset,,'
pengadaan barang, pemeliharaan bangunan dan kendaraan, Secara umum, biro
ini bertugas menunjang seluruh operasional kegiatan institusi.
Gambar 3.1. Struktur
Organisasi PPTK Gambung
B. Ketenagakerjaan
Karyawan di PPTK Gambung terdiri dari
pegawai tetap, karyawan harian lepas, karyawan harian
musiman dan karyawan kontrak. SDM PPTK
secara keseluruhan adalah 899 orang dengan komposisi terdapat di tabel 3.1.
Tabe1 3.1. Komposisi SDM PPTK Gambung
No
|
Bidang/Biro/Unit Kerja
|
Jumlah
|
1
|
Biro Umum dan SDM
|
121
|
2
|
Bidang Penelitian (peneliti dan
Teknisi)
|
51
|
3
|
Bidang Usaha
|
29
|
4
|
Kebun Percobaan
|
379
|
5
|
Diperbantukan di LRPI Bogor
|
5
|
6
|
KHM
|
303
|
7
|
Kontrakan
|
3
|
|
Jumlah
|
899
|
Karyawan pada
pabrik pengolahan teh mempunyai kewajiban, antara lain:
1.
Karyawan harus menjunjung tinggi nama baik
perusahaan dan menjaga kepercayaan yang telah diberikan
serta tidak melakukan hal-hal atau perbuatan-perbuatan yang merugikan
perusahaan
2.
Karyawan
wajib mentaati perintah-perintah di dalam perusahaan
3.
Karyawan
wajib mengikuti setiap prosedur dan instruksi kerja untuk menjaga serta
meningkatkan kualitas produk •
dan jasa semaksimal mungkin.
4.
Karyawan tidak diperkenankan
melaksanakan kegiatan lain selain menjalankan
tugas-tugas yang diberikan sebagai kewajiban seorang karyawan.
5.
Karyawan wajib menjaga
kerapian dan kebersihan tempat atau ruang kerjanya, peralatan kerja serta
dirinya sendiri.
6.
Karyawan harus menjaga sopan santun selama di
lingkungan pekerjaan
Sedangkan hak karyawan pada pabrik
pengolahan teh PPTK Gambung:
1. Mendapatkan gaji
2. Tunjangan hari raya keagamaan
3. Keselamatan kerja dan kesehatan kerja
4. Keamanan clan.
hubungan kerja
5. Pengobatan dan perawatan kesehatan
6. Mendapatkan upah
selama sakit
7. Jaminan Sosial
Tenaga Kerja
8. Tunjangan kematian
bukan karena kecelakaan kerja
C. Fasilitas dan
Kesejahteraan Karyawan
Beberapa fasilitas yang disediakan oleh PPTK untuk meningkatkan
produktivitas kerja karyawan, antara lain:
1.
Perumahan
2.
Kantor dan Laboratorium
3.
Tempat Ibadah
4.
Fasilitaas Olahraga
5.
Fasilitas Pendidikan
6.
Perpustakaan
7.
Tempat
penitipan bayi 8. Poliklinik
B.
Pemeliharaan
Pemeliharaan perlu dilakukan guna
mendapatkan hasil teh yang baik. Kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan berupa pemangkasan, kerik lumut, benam ranggas, pemupukan dan
pemberantasan hama penyakit.
1. Pemangkasan
Tujuan dari pemangkasan adalah agar
tanaman teh dapat tumbuh melebar
ke samping sehingga memiliki lebih banyak cabang clan dapat menghasilkan lebih banyak lagi daun
teh. Tujuan lain adalah untuk meratakan bidang petik, supaya pemetik lebih mudah dan cepat dalam proses pemetikan yang dilakukan.
Macam-macam pemangkasan yaitu:
a. Pemangkasan
bersih
Pemangkasan bersih adalah pemangkasan yang bertujuan untuk
memperbaiki percabangan. Pemangkasan ini membuang rantingranting yang berukuran kurang dari 1 cm (sebesar
pensil). Sebelum dilakukan pemangkasan bersih harus dipertimbangan terlebih
dahulu kondisi tanaman. Karena apabila
tanaman dalam kondisi yang kurang baik
kemudian dilakukan pemangkasan maka tanaman dapat mati. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk
menentukan apakah dapat dilakukan
pemangkasan pada tanaman teh atau tidak adalah dengan melihat kandungan pati pada akar tanaman teh. Apabila kandungan patinya kurang maka tidak boleh
dilakukan pemangkasan. Kandungan pati
pada akar yang sedikit menunjukkan bahwa tanaman dalam kondisi yang kurang baik sehingga
harus dilakukkan pemupukan kemudian dilihat kondisi tanaman selama
3 bulan setelah pemupukan baru bisa
dilakukan pemangkasan. Cara mengujinya dengan menetesi akar tanaman dengan
larutan iodine dan dilihat perubahan
warnanya kemudian dibandingan dengan buah kentang yang juga ditetesi larutan iodine. Apabila
kandungan pati cukup tinggi maka akar akan berubah warna menjadi biru tua.
b. Pemangkasan
setengah bersih
Pemangkasan setengah bersih adalah
pemangkasan yang masih menyisakan daun dibagian tengah
perdu sedangkar. dibagian sisi luar perdu
dibiarkan. Tinggi pemangkasan ini adalah 45 - 65 cm dari permukaan tanah.
c. Pemangkasan
kepris
Pemangkasan
dengan tinggi 60 - 70
cm dari permukaan tanah, dengan bidang pangkas rata seperti meja tanpa
pembersihan ranting. Pemangkasan ini
berfungsi utuk membentuk bidang petik.
d. Pemangkasan
jambul (ajir)
Pemangkasan jambul adalah
pemangkasan dengan tinggi 45 - 60 cm dari permukaan tanah dengan meninggalkan 2 cabang atau 1
cabang disisi kanan dan kiri perdu atau sering disebut jambul. Pemangkasan jambul dilakukan pada musim kemarau,
hal ini bertujuan untuk menghindari
kehilangan air dan cadangan makanan. Pada pemangkasan ini pada setiap
cabang disisakan sekitar 50 lembar daun
sehingga total daun yang tersisa 1001embar0
e. Pemangkasan
produksi
Pemangkasan produksi merupakan
pemangkasan yang dilakukan untuk
memperluas bidang petik, ketinggian pangkasan antara 55 - 60 cm dari permukaan tanah. Tunas akan tumbuh
setelah 3 bulan, pada pemangkasan
produksi sering dijumpai cakar ayam yaitu tumbuhnya banyak tunas yang tidak beraturan. Ini
diakibatkan tidak dipotongnya batang
yang sebesar pensil atau lebih kecil.
2. Kerik lumut
Kerik lumut merupakan kegiatan menghilangkan tanaman pengganggu
yang menempel pada batang tanaman teh. Kegiatan ini dilakukan I minggu setelah pemangkasan. Kerik lumut
bisa dilakukan dengan menggunakan
pisau. Batang yang dikerik haruslah batang dengan lumut yang menempel, kulit dari batang diusahakan
tidak boleh terkelupas.
3. Benam ranggas
Benam ranggas merupakan kegiatan membenamkan sisa limbah pangkas ke dalam tanah di sekitar tanaman teh.
Tujuannya adalah menambah unsur hara
ke dalam tanah yang hilang akibat pemetikan dan pemangkasan.
4. Penyiangan
Penyiangan merupakan kegiatan membersihkan gulma atau tanaman
pengganggu di sekitar tanaman teh. Kegiatan ini dilakukan tiga bulan sekali. Alat yang digunakan adalah sabit.
5. Pemupukan
Pemupukan merupakan kegiatan pemberian pupuk ke tanaman dengan tujuan mengembalikan kesuburan tanah
karena persediaan unsur hara di dalam
tanah semakin menipis. Alat yang digunakan adalah Saprodik type IS-38. Alat benam pupuk ini memiliki beberapa keunggulan,
yaitu:
·
Meningkatkan efisiensi pengunaan pupuk 20-40%
·
Mengurangi hilang pupuk karena leaching, run-off
dan menguap
·
Memudahkan
pemupukan pada tanaman teh pangkas 3-4 tahun
·
Meningkatkan produktivitas tanaman karena adanya
efektivitas pemupukan
6. Pemberantasan hama
dan penyakit
Ganguan hama dan penyakit sering terjadi
dan menyerang pada tanaman dan hal ini membuat produktivitas tanaman menurun.
Oleh karena itu perlu
dilakukan pemberantasan terhadap hama dan penyakit. Pada perkebuanan PPTK terdapat beberapa hama dan
penyakit yang menyerang,
berikut hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman teh:
a.
Ulat
Ulat yang biasa menyerang adalah ulat
api, ulat jengkal, ulat penggulung daun dan
ulat penggulung pucuk. Ulat biasanya
menyerang pada musim kemarau.
b. Tungau
Tungau yang sering menyerang adalah tungau jingga yang menyerang tanaman teh tua di bagian permukaan
bawah. Ciri-ciri tanaman teh
terserang tungau adalah daun mongering dan rontok. Pengendaliannya adalah dengan menggunakan predator
Amblyseius delenoii. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi penggunaan pestisida berlebih
sehingga citra teh dapat meningkat.
c. Cacar
Penyakit cacar disebabkan oleh jamur
Exobasidium vexans Massae.
Penyakit ini menyerang. daun dan ranting muda. Cirinya adalah adanya bintik-bintik kecil yang nantinya
akan menjadi lubang. Penyakit cacar disebabkan oleh spora yang
diterbangkan oleh angin
C.
Pemetikan
Pemetikan adalah pemungutan hasil pucuk
tanaman teh yang memenuhi syarat-syarat
pengolahan. Pemetikan berfungsi pula sebagai usaha untuk membentuk kondisi tanaman agar
mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan. Ada beberapa istilah dalam pemetikan maupun dalam menentukan rumus-rumus pemetikan antara lain
adalah sebagai berikut :
1.
Peko, adalah kuncup tunas aktif berbentuk runcing
yang terletak padaujung
pucuk. Dalam rumus pemetikan tertulis dengan huruf `p'
2.
Burung, adalah tunas tidak aktif berbentuk titik
yang terletak pada ujung pucuk. Dalam rumus pemetikan
tertulis dengan huruf `b'
3.
Kepel, adalah dua daun awal yang keluar dari tunas
yang sebelahnya tertutup
sisik. Sisik ini akan segera berguguran apabila daun kepel ini mulai tumbuh.
4.
Daun muda, adalah daun yang baru terbentuk tetapi
beum terbuka seluruhnya. Dalam
rumus pemetikan ditulis dengan huruf `m'.
5.
Daun tua, adalah daun yang telah berwarna hijau
gelap terasa keras dan bila
dipatahkan berserat. Dalam rumus pemetikan ditulis dengan huruf `t'.
Pemetikan menurut waktunya ada 3 jenis yaitu:
1.
Petikan Jendangan
Petikan ini dilakukan dengan
tujuan membentuk petikan yang lebar
dengan ketebalan lapisan daun
pemeliharaan yang cukup agar tanaman mempunyai
produktivitas tinggi. Petikan dilakukan I bulan setelah pemangkasan.
2.
Petikan Biasa
Petikan biasa juga disebut dengan petikan
produksi. Petikan ini dilakukan setelah 2-2,5 bulan dilakukan petikan jendangan. Selama 2-2,5 bulan akan
tumbuh tunas tersier dan
bentuk tanaman rata. Kemudian dilakukan petikan biasa dimana giliran petik dilakukan
antara 10-11 hari dan berlangsung
sampai dilakukan pemangkasan berikutnya, yaitu 3 tahun.
3.
Petikan
Gandesan
Tanaman yang terus menerus dipetik akan mengalami
penurunan produksi. Sehingga
untuk mempertahankannya perlu dilakukan
pemangkasan. Sebelum dipangkas, perlu
dilakukan pemetikan pucukpucuk yang
masih ada. Pemetikan ini dilakukan smeinggu sebelum pemangkasan.
Berdasarkan rumus petiknya dibedakan menjadi tiga macam
petikan yaitu:
1.
Petikan halus
a. p+l m, artinya
petikan yang terdiri dari kuncup peko ditambah satu helai
daun muda di bawahnya
b. b+lm, artinya
petikan yang terdiri dari pucuk burung ditambah sau helai
daun muda dibawahnya
2.
Petikan medium
a. p+2m, artinya
petikan yang terdiri dari kuncup peko ditambah dengan dua
helai daun muda di bawahnya
b. p+3m, artinya
petikan yang terdiri dari kuncup peko ditambah dengan tiga helai daun muda di bawahnya
c. b+2m, artinya
petikan yang terdiri dari pucuk burung ditambah dua helai daun muda di bawahnya
d. b+3m, artinya
petikan yang terdiri dari pucuk burung ditambah tiga helai daun muda di bawahnya
3.
Petikan kasar
a. p+3t, artinya
petikan yang terdiri dari kuncup peko ditambah dengan tiga helai daun tua
dibawahnya
b. p+4t, artinya petikan yang terdiri dari kuncup
peko ditambah dengan empat helai daun tua dibawahnya
c. b+3t, artinya
petikan yang terdiri dari pucuk burung ditambah dengan tiga helai daun tua
dibawahnya
Gambar 4.1 Rumus petikan(a) p+lm, (b) b+lm, (c) p+2m, (d) p+3m, (e)
b+2m, (f) b+3m, (g) p+3t, (b) p+4t, dan (i) b+3t.
b+2m, (f) b+3m, (g) p+3t, (b) p+4t, dan (i) b+3t.
Untuk standar mutu teh di PPTK Gambung, rumus petikan yang digunakan adalah petikan halus dan petikan medium.
Petikan halus dilakukan untuk menaga
kualitas teh yang dihasilkan sedangkan pemetikan medium dilakukan untuk dapat memenuhi kuantitas
pucuk segar yang akan diolah di pabrik dengan tetap mempertimbangkan kualitas
teh yang dihasilkan.
Gilir petik merupakan selang waktu yang
diperlukan bagi tunas baru untuk
tumbuh kembali sampai siap untuk dipetik. Jadwal gilir petik di PPTK Gambung adalah setiap 14 hari. Selang waktu gilir petik ini
ditentukan dari analisa petik yang dilakukan
oleh mandor pemetikan. Jika dari hasil analisa pucuk menunjukkan prosentase jenis pekonya lebih dari 60% maka afdeling tersebut
siap untuk dilakukan proses pemetikan. Lama singkatnya waktu gilir petik akan mempengaruhi hasil petikan, jika waktu
gilir petik terlalu singkat maka
pucuk yang dihasilkan sedikit. Namun jika terlalu lama pucuk akan menjadi tua dan tidak layak dipetik.
BAB V
PROSES PENGOLAHAN PRODUK TEH HITAM
A. Penyediaan
Bahan Mentah
Bahan baku dari pabrik pengolahan teh
hitam adalah pucuk teh yang segar
hasil petikan di perkebunan. Pucuk teh yang umumnya terdiri atas tangkai dan daun muda merupakan bahan
baku pengolahan teh yang harus disahakan dan dijaga
agar bermutu baik. Mutu teh yang baik dapat ditandai dari kondisi fisik dan kandungan zat kimia pucuk teh.
Kandungan zat kimia pada pucuk teh yang
harus dijaga adalah senyawa polifenol teh dan enzim
polifenol oksidasi. Keduanya terletak terpisah
saat sebelum dipetik sehingga tidak melakukan kontak secara langsung. Jika terjadi kontak antara keduanya maka
akan terjadi proses polifenol oksidasi
terlebih dahulu sebelum dilakukan penggilingan. Hal ini sangat tidak baik bagi mutu teh sehingga keadaan
senyawa polifenol dan enzim
polifenol oksidasi yang terpisah harus dipertahankari sampai pucuk daun
teh diolah di pabrik.
Keadaan ini dapat dicapai dengan
menyediakan pucuk daun teh yang utuh (tidak rusak),
berwarna hijau dan segar hingga di pabrik. Daun yang utuh sesudah dilayukan
akan mudah digiling clan berbentuk sesuai yang
diharapkan. Sedangkan daun yang
segar dan berwarna hijau menjamin tidak akan terjadi oksidasi polifenol yang dapat mempengaruhi mutu teh.
Pucuk daun teh yang sudah rusak
sebelum tiba di pabrik akan menghasilkan
teh dengan air seduhan gelap clan kekuatan rasa yang rendah bahkan terasa masam. Disamping itu teh
akan berkenampakan flaky (tidak menggulung) clan kemerahan akibat pucuk teh yang sudah tua. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan
dalam penyediaan bahan baku adalah pengangkutan, penanganan pucuk teh dan penimbangan serta analisa
pucuk.
Bahan dasar pengolahan teh hitam
diperoleh dari areal kebun PPTK Gambung yang meliputi 2 afdeling yaitu kebun Gambung Utara (GU) dan Gambung Selatan (GS). Selain
dari 2 afdeling tersebut juga didapatkan bahan dasar dari kebun
masyarakat sekitar tujuannya adalah untuk
mencukupi kapasitas pengolahan teh yang ada di pabrik. Akan tetapi tidak
sembarang bahan dqsar diterima oleh pabrik, ada beberapa kriteria yang perlu dipenuhi yaitu
daun muda yang utuh, segar dan berwarna hijau muda. Hal ini dilakukan untuk menjaga mutu teh yang dihasilkan oleh PPTK
Gambung sehingga dari kebun masyarakat
juga perlu ditinjau clan diteliti lagi.
1.
Pengangkutan dan Penanganan Pucuk Teh
Pucuk daun teh yang telah dipetik
kemudian dibawa ke tempat penampungan sementara untuk dilakukan penimbangan.
Penimbangan dilakukan
dengan mengikat waring yang berisi pucuk daun teh dengan timbangan yang telah disediakan. Waring
merupakan wadah sementara pucuk
teh yang berbentuk jaring jai7ng. Bentuk yang jaring-jaring ini ditujukan supaya udara dari luar dapat
masuk sehingga sirkulasi udara di dalam tumpukan pucuk
daun teh berjalan dengan baik.
Setelah ditimbang kemudian
pucuk daun teh dibawa ke pabrik dengan menggunakan truk. Kapasitas truk untuk mengangkut berkisar 4 ton. Waktu pengangkutan yang dilakukan
di PPTK Gambung adalah setiap pukul 10.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB. Pengangkutan pada waktu tersebut dimaksudkan untuk
menghindarkan pucuk dari sinar matahari secara langsung sehingga pucuk teh tidak menguap. .
Penanganan pucuk yang tepat
pada proses pengangkutan berperan penting dalam menjaga mutu pucuk sampai tempat pengolahan. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengangkutan adalah:
a. Daun tidak boleh
diberi tekanan berat, tidak boleh terlalu padat dan tidak
boleh diduduki, diinjak atau ditindih oleh alat berat.
b. Daun yang
diangkut harus dihindarkan dari penyinaran matahari secara langsung, sehingga dibutuhkan truk yang tertutup.
c. Daun tidak boleh
ditumpuk terlalu lama karena akumulasi panas dari
reaksi respirasi akan membuat daun cepat layu,
sehingga truk dan jalan yang
tidak rusak mempengaruhi lama dan cepatnya pucuk sampai di tempat pengolahan.
2.
Penimbangan Pucuk Teh
Penimbangan pucuk di pabrik dilakukan
untuk mengetahui ketepatan
penimbangan di kebun dan mengetahui jumlah pucuk yang akan diisikan di withering through. Penimbangan dilakukan ketika pucuk daun teh segar sampai di pabrik dengan truk dan
ditimbang saat itu juga saat pucuk teh masih berada di waring dan berada di dala,m truk. Setelah itu
dilakukan pembongkaran
terhadap muatan pucuk daun teh dan disalurkan ke proses
pelayuan dengan menggunakan monorail conveyor untuk mempercepat penyaluran.
Setelah truk kosong akan pucuk teh maka truk ditimbang lagi di tempat penimbangan. Selisih berat truk berisi pucuk
dengan berat truk kosong itulah yang merupakan berat pucuk teh.
3. Pemeriksaan Pucuk Teh
Pucuk daun teh yang telah dibeberkan
di atas withering trough selanjutnya dianalisis apakah sesuai
dengan standar yang diinginkan atau tidak. Hal ini dilakukan untuk dapat menyatakan mutu pucuk teh yang akan diolah. Selain itu juga untuk
mengetahui harga yang akan diberikan pabrik kepada pekerja pemetik teh tiap kilogram hasil petikan yang didapatkan.
Dasar analisis yang dilakukan
adalah dengan melakukan pemisahan pucuk daun teh berdasarkan
tingkat mudanya pucuk daun teh. Prosedurnya adalah sebagai berikut (Tim Penyusun, 2008):
1. Cuplikan pucuk
daun teh diambil sebanyak 200 gram secara acak
2. Daun dan tangkai
muda dipisahkan dari daun dan tangkai tua
3. Ditimbang
masing-masing kelompok muda dan tua
4. Jika dalarn suatu
rangkaian pucuk ada bagian yang muda dan adabagian yang tua, dipisahkan bagian muda, ke
kelompok muda dan bagian
tua ke kelompok tua. Jadi dalam analisis pucuk dimungkinkan untuk memotong
sebuah rangkaian pucuk.
5. Dihitung
prosentasenya terhadap total berat 2 kelompok cuplikan tersebut
6. Analisis pucuk
dilakukan minimal 10 kali untuk I ton pucuk karena heterogennya
pucuk daun teh.
B. Proses
Pengolahan Teh Hitam
Pucuk daun teh segar yang sudah
didapatkan dari proses budidaya kemudian dilakukan proses pengolahan supaya
mendapatkan bubuk teh hitam yang
diinginkan. Pada PPTK Gambung proses pengolahan teh ortodoks rotorvane. Tahapan
pada proses pengolahan ortodoks rotorvane adalah dimulai dengan proses pelayuan, penggulungan,
penggilingan clan sortasi basah,
oksidasi enzimatis, pengeringan, sortasi kering dan pengemasan.
Gambar 5.1 Diagram Alir
Bahan Pengolahan Te Hitam Ortodoks
Proses pengolahan ini dilakukan dengan
menggunakan alat dan mesin. Akan
tetapi juga diperlukan tenaga manusia di dalamnya untuk mengangkut dari proses satu ke proses lainnya. Hal
ini dilakukan karena antara mesin satu ke alat yang lainya tidak ada konveyor sehingga
dibutuhkan tenaga manusia untuk
mengangkut dan memasukkannya ke mesin yang digunakan. Selain itu tenaga manusia
juga digunakan untuk mengoperasikan dan mengontrol mesin supaya mesin bekerja
sesuai dengan yang diinginkan. Sehingga pada proses pengolahan teh hitam
dibutuhkan orang yang paham mengenai prinsip kerja alat dan mesin tersebut serta mengetahui
penanganan yang baik dan benar dan akhirnya dapat
diperoleh bubuk teh hitam dengan kualitas yang baik.
1.
Pelayuan
Proses pelayuan merupakan tahap awal
dalam pengolahan teh hitam dengan
masukan bahan baku adalah pucuk daun teh segar. Tujuannya adalah menurunkan kadar air pada daun
teh mencapai 40-50% dari kadar air awal, sehingga memudahkan proses selanjutnya yaitu penggulungan. Pada proses penggulungan dibutuhkan
kadar air yang rendah supaya pada saat menggulungnya
daun teh tidak patah sehingga dibutuhkan pucuk daun teh yang lemas dan layu. Lemas dan layunya daun diakibatkan oleh kadar air yang ada di permukaannya menguap sehingga
tekanan turgor di dalam daun teh akan berkurang.
Pucuk daun teh yang sudah ditimbang
sebelumnya kemudian dimasukkan
ke dalam withering through dengan melepaskan waring dan
menumpahkan semua pucuk daun tehnya, proses ini dinamakan pembeberan. Proses ini harus segera dilakukan
agar panas dan air yang berada di permukaan segera hilang dan kerusakan pucuk
akibat terperam dapat dihindari. Proses pembeberan ini
dilakukan satu arah dimulai dari ujung through
sampai menuju ke sumber aliran udara
(fan). Hal ini dilakukan agar udara
segar tertahan oleh pucuk yang telah dibeberkan di ujung withering trough.
Proses pelayuan dilakukan dengan
mengher:nbuskan ~liran udara dingin atau panas sesuai kebutuhan dan cuaca saat itu. Udara yang baik untuk proses pelayuan adalah udara yang
bersih dengan tingkat kelembaban rendah (60-75%).
Saat kelembabannya tinggi maka dihembuskanlah
udara panas untuk menurunkan kelembabannya sehingga proses penguapan kadar airnya akan aebih cepat dan
mudah. Pemberian udara segar dilakukan sekitar 14-18 jam tergantung musim yang
sedang terjadi dan tergantung
banyaknya pucuk yang dilayukan, jika musim pernghujan dan pucuk yang datang banyak maka waktu pelayuan akan lebih
lama lagi.
Aliran udara yang masuk, ke dalam
lapisan pucuk daun teh, membuat tekanan uap pucuk daun teh tinggi sehingga uap
air yang ada di dalam
pucuk daun teh akan menguap. Penguapan ini dilakukan secara bertahap karena tebal hamparan pucuk daun teh yang tebal yaitu
sekitar 30 cm, akan tetapi jika pucuk yang
datang banyak maka dapat tebal hamparannya
dapat lebih dari 30 cm. Sehingga pada pro§es ini diperlukan pembalikan 2-3 kali supaya udara yang diberikan
merata ke seluruh bagian dengan interval pembalikan 4 jam.
Pembalikan pucuk daun teh pada withering trough dilakukan secara manual yaitu dengan memasukkan tangan
kiri ke dalam tumpukan dan tangan kanan di atas tumpukan kemudian tumpukan
pucuk daun teh dibalik.
Pembalikan ini bertujuan untuk memindahkan posisi pucuk yang semula di atas
kemudian dipindahkan ke bagian bawah sehingga pelayuan dapat berlangsung sempurna. Selain itu untuk
memisahkan pucuk , yang masih lengket. Pembalikan ini biasanya dilakukan oleh 2 orang setiap withering
through.
Pelayuan dihentikan jika, pucuknya
lemas dan tidak mudah patah, jika digenggarn terasa lembut, aroma teh menjadi harum seperti aroma buah yang telah masak serta daun
berwarna hijau kekuning-kuningan. Hal ini membuktikan bahwa pucuk daun teh siap ke proses selanjutnya yaitu digulung dan digiling. Biasanya proses
pelayuan dilakukan selama 14-18 jam. Hal ini sudah diperhitungkan sesuai dengan
kapasitas dari withering through yaitu
1200-1400 kg pucuk segar. Sehingga dengan kapasitas tersebut dan dengan volume udara yang dihembuskan
ayaitu 0,5 - 0,6 m3/menit maka sudah diperkirakan bahwa proses
pelayuan sudah menyeluruh ke semua bagian.
Pada proses pelayuan, selain perubahan
fisik yang terjadi yaitu lemas
dan tidak kakunya daun, juga terdapat perubahan kimia di dalamnya. Pada perubahan kimianya
mempengaruhi komposisi senyawa kimia yang terkandung di dalamnya yang akan menentukan kualitas rasa clan aroma dari teh. Perubahan kimia
selama pelayuan diantaranya (Tim Penyusun, 2008):
1.
Kenaikan
aktivitas enzim
2.
Terurainya
protein menjadi asam amino bebas seperti alanin, lucin, isoleucin, valin, clan lain-lain
3.
Kenaikan kandungan kafein
4.
Kenaikan kadar karbohidrat yang dapat larut
5.
Terbentukny asam organik dari unsur-unsur C, H,
dan 0 6) Pembongkaran sebagian klorofil menjadi foforbid
6.
Perubahan
kimia selama pelayuan yang nyata nampak adalah timbulnya bau buah-buahan, serta bau bunga-bungaan.
Untuk mengetahui proses pelayuan sudah
memenuhi syarat atau belum
maka dapat diukur dengan mengetahui tingkat layu yang dinyatakan dalam prosentase layu dan derajat layu.
Presentase layu adalah angka
presentase berat pucuk layu terhadap pucuk segar. Presentase layu menggambarkan penurunan pucuk layu
akibat hilangnya air pada permukaan
dan di dalam pucuk, sehingga presentase layu sangat dipengaruhi
adanya air pada permukaan pucuk.
Sedangkan derajat layu adalah angka
presentase berat teh kering asal mesin pengering terhadap pucuk layu. Derajat layu
dapat mencerminkan
kandungan air dalam pucuk )ayu, yang merupakan banyaknya air yang
hilang dalam proses pelayuan. Atau dengan kata lain berat pucuk layu
dikurangi berat teh kering asal mesin pengering dengan mengabaikan kadar
air dalam teh kering yaitu sekitar 3%. Dengan demikian tingkat
layu dalam bentuk derajat layu merupakan pedoman untuk menentukan program giling pengolahan teh
hitam.
Selama
proses pelayuan, terdapat hal-hal yang mempengaruhi proses pelayuan,
yaitu:
1. Kondisi Pucuk The
Pucuk
dapat berupa pucuk kasar, halus, tua, dan muda. Ditinjau dari keadaan airnya
terdapat pucuk kering dan pucuk basah. Pucuk teh yang muda dan halus,
layunya lebih cepat daripada pucuk kasar, sedangkan pucuk teh
yang kering layunya lebih cepat daripada pucuk teh basah.
2. Suhu dan Kelembaban Udara
Suhu
pelayuan dianjurkan tidak melebihi 28 °C karena pada suhu diatas 28
°C, bagian protein dari enzim mulai terdenaturasi sehingga enzim
menjadi inaktif dan hal ini dapat menghambat reaksi oksidasi enzimatis
pada tahap pengolahan berikutnya atau bahkan dapat menyebabkan tidak terjadinya reaksi
oksidasi enzimatis tersebut. Tidak terjadinya
atau terhambatnya reaksi oksidasi enzimatis akan menyebabkan sifat-sifat
khas (wama, rasa, dan flavor) teh hitam yang diinginkan tidak terbentuk (Arifin, 1994).
3. Waktu Pelayuan
Pelayuan yang terlalu cepat
akan menghasilkan teh yang berbau harum tetapi sifat-sifat lainnya 'kurang.
Sedangkan pelayuan yang lama akan
menghasilkan teh dengan air seduhan berwarna gelap, rasa sepat, dan bau
tidak enak.
4. Tebal Hamparan
Tebal hamparan
pucuk di palung pelayuan di PPK Gambung sekitar 30-40 cm.
Hamparan pucuk teh tidak boleh terlalu tebal karena dapat menyebabkan
panas udara tidak merata sehingga pelayuan menjadi lebih lama.
Pada kerja
praktek yang dilakukan di PPTK Gambung unit produksi pada proses
pelayuan, kami mengamati perubahan massa pucuk dari awal mulai
pelayuan hingga pelayuan berakhir. Pengukuran dilakukan
tiap 2 jam sekali.
Selain mengukur massa, juga melakukan pengukuran suhu pucuk dan
kelembabannya pada tiga titik di dalam withering hrough yaitu pinggir jauh
dari blower, tengah dan paling pojok dekat dari blower.
Pengukuran dilakukan
dengan meletakkan keranjang berbentuk balok dengan ukuran panjang 70 cm, lebar 45 cm
dan tinggi 50 cm yang di dalamnya dimasukkan pucuk daun teh. Kemudian
ditempatkan di pinggir, tengah dan pojok withering through. Hasil pemantauan
penurunan massa selama pelayuan dapat dilihat di tabel 5.1. Sedangkan
kadar air selama proses pelayuan dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.1.
Data Penurunan Berat Pada Proses Pelayanan
NO
|
Waktu
(menit)
|
Penurunan
Berat (kg
|
||
Pinggir
|
Tengah
|
Pojok
|
||
1
|
0
|
3
|
3
|
3
|
2
|
120
|
26
|
244
|
273
|
3
|
240
|
242
|
213
|
2325
|
4
|
360
|
234
|
204
|
214
|
5
|
480
|
219
|
187
|
196
|
6
|
600
|
202
|
169
|
185
|
7
|
720
|
194
|
166
|
172
|
8
|
840
|
191
|
161
|
164
|
9
|
960
|
178
|
159
|
16
|
Tabel 5.2 Data Perubahan Kadar Air Pada Proses Pelayuan
No
|
Waktu (Menit
|
Pinggir
|
Tengah
|
Pojok
|
||||||
Suhu (oC)
|
RH
|
Kadar Air (%)
|
Suhu (oC)
|
RH
|
Kadar Air (%)
|
Suhu (oC)
|
RH
|
Kadar Air (%)
|
||
1
|
0
|
24.28
|
86.93
|
76.397
|
24.04
|
88.94
|
78.92
|
23.83
|
88.83
|
78.02
|
2
|
120
|
24.22
|
86.82
|
72.766
|
23.98
|
85.82
|
74.08
|
25.57
|
79.95
|
75.85
|
3
|
240
|
21.95
|
9.96
|
70.74
|
25.59
|
79.26
|
70.31
|
24.7
|
81.46
|
71.64
|
4
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2. Penggulungan, Penggilingan, Sortasi Basah
a.
Penggulungan
Proses selanjutnya setelah pelayuan
adalah penggulungan yang merupakan
tahap awal pucuk layu diberi perlakuan menggunakan mesin. Pucuk daun teh dari proses pelayuan
kdmudian dimasukkan ke dalam
alat penggulung dengan memasukkan pucuk daun teh ke dalam keranjang yang sudah disediakan. Kemudian di tempatkan pada conveyor yang kemudian dibawa ke proses penggulungan.
Penggulungan merupakan proses
perusakan struktur sel daun secara
mekanik dengan cara melintirkan pucuk layu daun. Proses penggulungan ini dilakukan supaya cairan
sel dari dinding daun teh keluar
ke permukaan dan terjadi kontak langsung dengan udara sehingga proses oksidasi enzimatis dapat terjadi.
Pada tahapan ini proses oksidasi enzimatis mulai
terjadi.
Fenggulungan akan mengubah
pola proses biokimia pada daun teh hidup. Fase ini merupakan usaha menciptakan kondisi fisik terbaik
untuk bertemunya enzim oksidasi dan polifenolnya. Perubahan kimia yang terjadi selama penggulungan
merupakan awal dari peristiwa oksidasi, yang memungkinkan terbentuknya warna
coklat serta bau spesifik
(Tim Penyusun, 2008). ,'
Secara fisik, daun yang telah menggulung
akan memudahkan proses
penggilingan. Alat yang digunakan dalam proses penggulungan adalah Open Top Roller
(OTR). Pada pabrik
PPTK Gambung OTR yang
digunakan berjumlah 2 buah dengan kapasitas OTR adalah 300 kg clan lamanya proses penggulungan
adalah 30 menit. Sehingga untuk proses penggulungan pucuk layu dari 1 withering
through dibutuhkan 2 kali . penggulungan tiap I
buah OTR. Dengan demikian dapat diperkirakan
untuk penggulimgan pucuk layu dai I withering
through dibutuhkan waktu 2 jam. •
b.
Penggilingan
Setelah.pucuk daun teh digulung
selanjutnya dimasukkan ke proses
penggilingan dengan cara mematikan mesin penggulung terlebih dahulu. Setelah itu pucuk daun teh yang
ada di mesin penggulung
diserok kemudian dipindahkan ke dalam baki besar yang dapat didorong ataupun ditarik. Kemudian pucuk
daun teh dimasukkan ke dalam mesin penggiling sedikit
demi sedikit. Proses pemindahan pucuk daun
teh ini dilakukan secara manual menggunakan tenaga manusia.
Penggilingan merupakan proses perusakan daun teh dengan cara merobek dan memotong-motong ukuran teh menjadi
lebih kecil partikelnya. Hasil dari
proses ini adalah partikel daun teh menjadi lebih kecil dan dapat
dikatakan menjadi bubuk. Secara umum proses ini
bertujuan (Tim Penyusun, 2008):
1)
Mengecilkan gulungan menjadi partikel sesuai yang
dikehendaki Pasar
2)
Memotong hasil penggulungan menjadi ukuran lebih
pendek
3)
Menggerus pucuk agar cairan sel keluar semaksimal
mungkin dan membentuk
hasil keringan lebih keriting .
4)
Untuk memperoleh bubuk basah sebanyak-banyaknya
Perusakan struktur sel terjadi karena
menggelintingnya daun (rolling,
twiting) yang
disebabkan gesekan sesama daun akibat gerakan sirkular yang kuat dari masa pucuk di dalam mesin
giling. Selanjutnya gesekan
tersebut menyebabkan terpotongnya daun yang sudah mengelinting dan menghasilkan bubuk dalam berbagai
bentuk dan
ukuran. Proses terjadinya bubuk tergantung pada
homogenitas layuan. Derajat
layu yang terlalu ringan atau yang terlalu berat dapat menyebabkan daun lebih mudah terpotong,' hingga
menyebabkan perusakan dini struktur sel daun sebelum terjadinya pengelintingan (Soeria Danoe Ningrat, 2006).
Pada proses penggilingan alat yang
digunakan adalah Rotorvane
yang di dalamnya terdapat ulir dan pisau
pemotong yang dapat merobek dan
memotong pucuk daun teh. Sistem penggilingan yang digunakan di PPTK Gambung adalah ortodoks rotorvane dengan siklus giling Open Top Roller 4 Rotorvane 14Rotorvane 114 Press Cup Roller. Hal ini dilakukan karena permintaan pasar yang menginginkan ukuran
partikel yang lebih kecil sehingga pada Rotorvane (RV) lebih banyak terjadi yaitu sebanyak 2 kali
clan untuk menghasilkan bubuk I clan
2, lalu dilanjutkan dengan PCR untuk menghasilkan
bubuk 3 dan badag. '
c.
Sortasi
Basah
Proses ini merupakan proses dimana
bubuk dipisahkan sesuai ukuran
yang diinginkan. Proses ini dinamakan sortasi bubuk basah karena yang disortasi adalah
bubuk basah yang masih belum mengalami
proses pengeringan dan kadar air yang terkandung masih banyak atau basah. Tujuan sortasi bubuk basah
adalah (Tim Penyusun, 2008):
1. Memperoleh bubuk
yang seragam
2. Memudahkan
pekerjaan sortasi kering
3. Memudahkan dalam
pengaturan pengeringan
Alat yang digunakan pada
proses sortasi basah adalah Roll Breaker Shifier (RBS)
yang dapat memisahkan bubuk teh yang telah digiling sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
Bubuk teh yang lolos pada ayakan pertama maka disebut dengan bubuk 1.
Sedangkan bubuk yang tidak lolos pada ayakan
pertama kemudian dilanjutkan ke bagian
RV II (Rotor Vane II) untuk digiling supaya lebih halus lagi.
Setelah itu diayak lagi
menggunakan RRBS sehingga hasil ayakannya dinamakan sebagai bubuk 2. Sedangkan bubuk yang
tidak lolos akan dilanjutkan
ke penggilingan dengan menggunakan alat PCR (Press Cup Roller). •
Prinsip kerja PCR adalah menekan
sekaligus menggiling bubuk dengan
pisau yang lebih tajam daripada pisau pada OTR sehingga ukurannya lebih kecil dari sebelumnya.
Selanjutnya dimasukkan ke Rotary Ball Breaker dan diayak. Bubuk yang lolos maka dinamai bubuk 3 sedangkan bubuk yang tidak lolos dinamakan
badag. Pada ketiga bubuk
ini terlebih dahulu diletakkan pada ruangan oksidasi enzimatis sebelum
dimasukkan ke dalam mesin pengering. Sedangkan path badag langsung dimasukkan ke dalam mesin
pengering karena badag
sudah terlalu lama di mesin penggiling sehingga proses oksictasi enzimatis juga sudah terjadi di dalamnya:
3. Oksidasi Enzimatis
Oksidasi enzimatis merupakan proses
perubahan kimia yang disebabkan
oleh bertemunya oksigen dengan enzim polifenol yang ada di dalam bubuk teh. Hal ini dapat ditandai dengan
perubahan warna yang terjadi
pada bubuk teh dari warna hijau menjadi kuning kecoklatan. Oksidasi enzimatis terjadi dimulai
setelah proses pelayuan hingga sebelum proses pengeringan. Tujuan dari reaksi oksidasi
enzimatis adalah untuk membuat rasa teh menjadi lebih segar, berkarakter/
bercitarasa tinggi dan beraroma.
Reaksi oksidasi enzimatis terjadi saat
dilakukan tindakan perusakan struktur sel daun teh yaitu proses penggilingan. Suhu dan kelembaban ruang giling harus diatur agar proses
oksidasi -enzimatis dapat berjalan dengan baik. Kelembaban ruangan yang baik untuk proses oksidasi enzimatis diusahakan lebih dari 90%,
diatur dengan pengabutan air oleh humidifier. Sedangkan suhu optimum bubuk adalah 26,7°C, kenaikan suhu yang cukup tinggi harus segera diturunkan karena
dapat mengganggu proses
oksidasi enzimatis. Bubuk yang baru keluar dari proses pengilingan secepatnya diurai dan dihancurkan gumpalan yang
ada dengan alat pemecah gumpalan yaitu Roll Breaker Shifter.
Bubuk teh basah hasil sortasi kemudian
dimasukkan ke dalam baki dengan
tebal hamparan bubuk teh 6 cm. Baki kemudian disusun pada rak atau trolly yang mempunyai kapasitas
10 baki. Kemudian tiap rak diberi label untuk setiap bubuk. Tujuannya adalah untuk membedakan bubuk yang akan di masukkan ke proses
selanjutnya yaitu pengeringan. Lama waktu oksidasi enzimatis adalah 90-110 menit (terhitung sejak pucuk masuk ke dalam OTR) karena proses
oksidasi enzimatis mulai terjadi saat dilakukan tindakan perusakan struktur sel. Sehingga untuk bubuk biasanya ditempatkan di bawah humidifier selama 40-60 menit. Akan tetapi dapat lebih dari waktu tersebut tergantung
perubahan warna clan aroma yang terjadi pada bubuk tersebut.
Pada ruangan penggilingan,
penggulungan dan sortasi basah terdapat I buah humidifier yang diletakkan di sudut ruangan dan digunakan untuk menciptakan kabut untuk proses oksidasi enzimatis.
Pada pabrik PPTK Gambung, tidak ada ruangan
untuk oksidasi enzimatis secara khusus,
sehingga untuk bubuk 1,2, dan 3 langsung diletakkan di bawah humidifier. Prinsip kerjanya adalah air dari
sumber dialiTkan melalui pipa ke
dalam humidifier kemudian diberi tekanan sehingga menjadi kabut.
Kabut yang telah terbentuk- kemudian di salurkan ke dalam ruangan dengan kipas. Sehingga udara yang dibutuhkan dapat
tersalurkan ke bubuk yang diletakkan
di atas baki. Saat bubuk sudah dirasa cukup proses oksidasi enzimatisnya yaitu dari wama yang berubah
maka dilanjutkan ke proses pengeringan.
4. Pengeringan
Pengeringan adalah proses pengurangan
kadar air dalam suatu bahan
sampai kadar air tertentu untuk memperpanjang umur simpan. Tujuan dari pengeringan teh adalah
untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis sehingga dapat mempertahankan sifat-sifat khas yang terbentuk selama prose oksidasi enzimatis. Selain itu proses pengeringan
dilakukan untuk menurunkan kadar air dalam teh hingga mencapai kadar air
standar yaitu sekitar 2,5 - 3 %, dengan kadar air tersebut teh mempunyai daya simpan yang lama. Proses pengeringan pada teh
mempuyai fungsi memperlama umur
simpan selain itu dalam kondisi lebih kering teh lebih mudah diangkut
dan didistribusikan. .'
Dalarn proses pengeringan dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah kadar air bubuk teh
basah sebelum masuk mesin pengering, suhu
udara masuk dan keluar, tebal hamparan teh yang akan dikeringkan dan waktu yang
dibutuhkan untuk pengeringan. Kadar air bubuk teh basah akan mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengering. Semakin tinggi kadar air teh
basah yang akan dikeringkan maka akan
semakin banyak kandungan air yang harus diuapkan. Bila teh yang keluar dari mesin pengering kandungan kadar airnya belum mencapai kadar air yang ditetapkan
untuk standar teh kering maka perlu
dilakukan pengering ulang. Jadi kondisi teh basah juga akan berpengaruh terhadap konsumsi energi yang
dibutuhkan.
Suhu inlet dan outlet pada mesin
pengering juga berpengaruh terhadap
kualitas dari bubuk teh yang dikeringkan. Jika suhu outlet terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya case
hardening, yaitu kondisi bagian luar partikel teh telah kering sedangkan
didalamnya masih basah. Keadaan
ini dapat menyebabkan proses oksidasi enzimatis lanjut sehingga mempengaruhi mutu teh yang dihasilkan.
Sedangkan jika suhu inlet terlalu tinggi maka dapat mengakibatkan bakey atau gosong pada bubuk teh yang dihasilkan. Suhu masuk (inlet) dari
mesin pengering optimalnya adalah 90-95°C dan
suhu keluar (outlet) adalah 45-50°C.
Beberapa masalah yang terjadi pada proses
pengeringan:
1.
Case Hardening, yaitu
bagian luar partikel teh telah kering tetapi bagian dalamnya masih basah. Teh akan terasa soft
dan cepat berjamur.
2.
Bakey,
burnt, over fired (terbakar,
gosong) disebabkan suhu inlet yang terlalu tinggi.
3.
Smokey (bau asap), disebabkan adanya keb9coran
pada bagian alat pemanas.
4.
Banyaknya
fall trough, yaitu banyaknya teh yang jatuh ke bawah didalam
mesin pengering. Hal ini disebabkan lubang trays yang terlalu besar atau lempengan trays
yang bengkok.
5.
Banyaknya blow out, yaitu banyaknya teh yang jatuh di lantai
di luar mesin pengering.
Hal ini disebabkan terlalu besarnya volume udara.
Tebal hamparan teh akan berpengaruh
terhadap hasil pengeringan. Tebal bubuk teh yang akan dikeringkan harus seragam
agar keringnya dapat
merata. Jika hamparan
terlalu tebal maka akan berakibat pengeringan tidak dapat merata sedangkan jika
terlalu tipis maka bubuk teh yang
dikeringkan akan hangus atau terlalu kering. Waktu pengeringan berhubungan
dengan kondisi suhu pada ruang pengering. Jika suhu tinggi maka waktu yang
dibutuhkan untuk mengeringkan bubuk lebih cepat bila dibandingkan dengan suhu inlet yang rendah.
Mesin pengeringan teh yang dipakai di
PPTK Gambung ada 2 macam
yaitu ECP (Endless Chain Pressure) dan FBD (Fluid Bed Driyer).
a.
ECP (Endless Chain Pressure)
Mesin pengering ECP yang digunakan di
PPTK Gambung ada 2 jenis
yaitu 2 chains (TSD) dan 3 chains. Kapasitas dari ECP adalah 150 - 200 kg/jam. Jika kapasitas teh yang akan
dikeringkan banyak maka 2 mesin ini
digunakan; akan tetapi yang lebih sering digunakan adalah ECP 3
chain, mesin ini menghasilkan suhu inlet diatas 100
yaitu sekitar 130 °C. Teh hasil oksidasi enzimatis yang dikeringkan dengan jenis mesin ini adalah badag, tetapi ECP 3
chain dapat
digunakan untuk mengeringkan bubuk juga karena suhu
inletnya, cukup tinggi sehingga jika digunakan untuk
mengeringkan bubuk tidak akan mengakibatkan
browning.
Mesin pengering ECP 2 chain di PPTK
digunakan untuk mengeringkan
badag, suhu inlet yang dapat dicapai adalah sekitar 90°C. Yang membedakan mesin pengering ECP
dengan FBD adalah bubuk
teh yang akan dikeringkan dalam kondisi diam dibawa oleh trays. Sedangkan lama pengeringan
dengan ECP biasanya adalah 2025 menit.
b.
FBD (Fluid Bed Drier)
Mesin pengering FBD digunakan hanya untuk
mengeringkan bubuk, karena prinsip kerjanya yang
memerlukan udara bertekanan tinggi sehingga mengakibatkan partikel teh bergerak
dan terbang di tengah ruang
pengering. Udara panas yang dihembuskan ke dalam bed digunakan untuk mengeringkan
bubuk teh dan digunakan untuk mengalirkan atau menggerakkan bahan dari awal
pemasukan hingga pintu keluaran. Sistem kerja dari mesin ini
berkesinambungan sehingga tiap jenis
bubuk tidak dapat dipisah berbeda dengan ECP karena sistem kerjanya tidak
berkesinambungan maka jenis bubuk yang
dikeringkan dapat dipisah-pisah.
Untuk mengalirkan udara panas pada
proses pengering digunakan Heat Exchanger.
Panas yang dihasilkan
berasal dari tungku pemanas dengan bahan bakar kayu
bakar. Jenis jenis kayu yang digunakan sebagai bahan bakar adalah kayu teh, akar kina dan silver oak. Kadar air dalam
kayu akan. berpengaruh terhadap panas yang dihasilkan untuk proses pengeringan, jika kadar air dalam kayu terlalu
tinggi maka akan berakibat rendahnya
efisiensi energi. Hal ini terjadi karena dalam kondisi basah kayu yang dibakar akan menghasilkan panas yang
lebih sedikit bila dibandingkan dengan kayu• yang kering maka kansumsi eneginya lebih besar untuk pembakaran
sehingga dibutuhkan lebih banyak kayu bakar untuk mencapai panas yang diinginkan. Selain itu
kondisi kayu yang terlalu basah dapat berakibat smokey (bau asap) pada teh
hal ini dapat menurunkan kualitas dari mutu teh yang telah kering.
5. Sortasi
Bubuk Kering
Dalam
pengolahan teh hitam sortasi merupakan hal yang penting untuk
dilakukan karena pada saat keluar dari mesin pengering teh hitam hasil
pengeringan masih heterogen. Sortasi kering merupakan tahap pengolahan
terakhir yang dapat menentukan jenis -
jenis tiap bubuk yang akan dikemas. Menurut Arifin (1994), sortasi kering bertujuan untuk mendapatkan
ukuran dan warna partikel teh yang seragam sesuai dengan standar
yang diinginkan oleh konsumen, meliputi:
1) Memisahkan teh kering menjadi beberapa grade yang
sesuai dengan standar perdagangan teh.
2) Membersihkan teh kering dari partikel-partikel lainnya
seperti serat, tangkai, batu, partikel kayu dan sebagainya.
3) Menyeragamkan bentuk, ukuran, dan warna pada
masing-masing grade.
Berdasarkan
bentuk dan
ukurann partikelnya, teh Orthodox Rotorvane dibedakan menjadi teh daun (leafy grades), teh
bubuk (broken grades) dan teh halus (small grades).
1. Teh daun, mengandung potongan daun yang lebih besar dan
lebih panjang dari jenis teh bubuk (brokens) yang dalam proses
sortasinya tertahan ayakan 8 mesh, yaitu jenis jenis mutu:
a. OP (Orange Pekoe)
Partikelnya panjang terpilin
b. OP sup (Orange Pekoe Superior)
Partikelnya panjang terpilin,
sebagian besar berupa tip panjang
c. FOP (Flowery
Orange Pekoe)
Partikelnya agak
panjang, kurang terpilin, lebih keriting dan banyak mengandung tip
d. (Souchon)
Partikelnya tergulung, berbentuk butiran
agak besar
e. BS (Broken Souchon)
Partikelnya tergulung, berbentuk butiran,, tetapi
agak besar dan agak
terbuka
f. BOP
Sup (Broken Orange Pekoe Superior)
Partikelnya sebgian besar terpilin dan banyak
sekali mengandung tip
panjang
g. BOP Grof (Broken
Orange Pekoe Groj) Partikelnya sebagian tergulung
h. BOP Sp (Broken Orange
Pekoe special)\
Partikelnya sebagian besar terpilin, banyak mengandung
tip pendek
i.
LM (Leafy Mixed)
Teh daun yang ukurannya dan bentuknya tidak
beraturan
2. Teh bubuk (broken
grades), jenis teh
yang dalam proses sortasinya lolos (dapat melewati) ayakan 8 mesh dan tertahan oleh ayakan 16 mesh, yaitu jenis-jenis mutu:
a. BOP I/ BOP (Broken
Orange Pekoe 1/ Broken Orange Pekoe) .
Partikelnya pendek, agak kecil, hitam, terpilin,
agak keriting, terutama berasal
dari daun muda, mengandung sedikit tulang daun yang
terpilin, sedikit tip atau tanpa tip.
b. BP II (Broken
Pekoe 11)
Partikelnya pendek, lurus, lebih banyak mengandung
tangkai dan tulang daun
terkelupas, becwarna kehitaman kemerahan
c. F BOP (Flowery Broken Orange Pekoe) .
Partikelnya pendek, agak kecil, hitam, terpilin,
lebih keriting dan lebih banyak mengandung tip
panjang
d. BT (Broken Tea)
Partikelnya agak pipih dan tidak terpilin baik, beiwarna
kehitaman
e. BT II (Broken Tea 11)
Partikelnya agak
pipih dan tidak terpilin baik, banyak mengandung serat dan berwarna merah
f. BOPF (Broken
Orange Pekoe Fanning)
Partikelnya pendek, lebih kecil, hitam, terpilin,
agak keriting
g. BOPF Sup (Broken Orange Pekoe Fanning
Superior)
Partikelnya pendek, agak kecil, hitam, terpilin,
agak keriting, mangandung banyak tip
h. BM (Broken
Mixed) •
Campurannya dari dua atau lebih jenis mutu pada
teh bubuk (broken grades)
3. Teh halus (Small
grades), jenis yang
dalam sortasinya lolos dari ayakan
16 mesh, yaitu jenis jenis mutu:
a.
TPF (Tippy Pekoe
Fanning)
Partikelnya pendek, hitam, terpilin,
agak keriting tetapi banyak mengandung tip
b.
PF (Pekoe Fanning) Partikelnya pendek, agak kecil, hitam,
terpilin, agak keriting tetapi berukuran lebih besar dari fanning
c.
F (Fanning) Partikelnya
pendek, hitam, berukuran kecil dan pipih
d.
PF II (Pekoe Fanning 11)
Partikelnya pendek, agak kecil, hitam, terpilin,
agak keriting, tetapi lebih
banyak mengandung serat
e.
F II (Fanning 11)
Partikelnya berukuran pendek dan kecil, merah, dan
banyak mengandung serat
f.
Dust I ,
Partikelnya berukuran kecil, "Grinny"
dan berwarna hitam
g.
Dust II .
Fartikelnya berukuran sangat kecil, banyak
mengandung serat dan berwarna
merah
Proses sortasi merupakan
proses yang cukup rumit karena melibatkan beberapa tahap
dan mesin yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Tahapan sortasi kering di
PPTK Gambung adalah sebagai berikut:
1. Sortasi dimulai
dari bubuk teh kering yang dihasilkan dari mesin pengering kemudian ditimbang dan diangkut ke bubble
tray melalui conveyor. Bubble
tray memiliki dua buah
ayakan yang tersusun bertingkat
dimana ayakan atas berukuran 5 mesh dan ayakan bawah berukuran 6 mesh.
2. Bubuk
teh yang lolos ayakan 5 mesh akan kembali ke bubble tray, sedangkan yang lolos pada
ayakan 5 mesh tetapi tertahan pada ayakan 6 mesh akan diteruskan ke mesin vibrex 6 sebanyak 2 kali. Vibrex
6 berfungsi untuk
memisahkan bubuk teh dari tulang dan serat daun teh. Cara kerjanya yaitu pada roll yang
berputar dilengkapi pemanas
atau lampu listrik sehingga menghasilkan gaya magnet yang akan mengangkat serat yang berat
jenisnya lebih ringan. Akibatnya bubuk teh akan terpisah dengan seratnya. Getaran ayakan pada vibrex 6 menyebabkan pemisahan teh berdasarkan
ukuran partikelnya. Partikel
teh kering yang tidak lolos dari ayakan vibrex akan diteruskan ke rotary
shifter.
3. Pada rotary
shifter terdapat lima
tingkat ayakan, dari atas ke bawah yaitu mesh 8, 10, 14,16 16 dan 24. Mekanisme kerjanya buble
tray hanya saja pada
alat ini terdapat 5 ayakan sehingga bentuk dan ukuran partikelnya lebih banyak dan
bermacam-macam. Teh kering yang
tertahan pada ayakan 8 dan 10 mesh dinamakan BOP groof, sedangkan yang lolos pada aakan mesh 10 tetapi
tertahan mesh 14 dinamakan BOP. Bubuk yang lolos mesh 14 dan tertahan mesh 16 dinamakan BOPF dan teh kering yang lolos
mesh 16 dan tertahan mesh
24 dinamakan PF sedangkan yang lolos mesh 24 dinamakan Dust.
Pada conveyor
yang menuju rotary shifter juga dilengkapi dengan magnet yang berfungsi menarik benda asing
serta serat pada bubuk teh.
4. Untuk bahan BOP groof jika partikelnya sudah sama dengan BOP maka dapat dicampur dengan BOP tertapi jika partikelnya lebih besar maka dimasukkan ke crusher.
5. Bubuk BOP yang
dihasilkan dimasukkan ke winnower yag memiliki 5 buah corong
pengeluaran. Untuk corong nomor 1, 2 dan 3 didapatkan bubuk BOP, sedangakan untuk corong 4 dan 5 didapatkan bahan BT I yang dapat langsung ditimbang.
6. Kemudian BOP
masuk ke vibrex 4 dan diperoleh bahan yang lolos ayakan yaitu BOP sedangkan yang tertahan dimesh 16 dan 24 disebut BOPF.
7. Bahan BOPF
kemudian masuk ke winnower dan pada corong pengeluaran 1, 2 dan 3 disebut BOPF sedangkan corong 4 dan 5 disebut BT I dan dapat langsung ditimbang. Kemudian
BOPF masuk ke vibrex 4 dan
diperoleh bahan yang lolos ayakan yaitu BOPF sedangkan yang tertahan dimesh 16 dan 24 disebut PF I.
8. Untuk sortasi
badag diawali dengan memasukkan bubuk teh kedalam crusher
dan dinjutkan ke bubble
tray yang memiliki
ukuran 4 dan 5 mesh.
9. Teh yang tidak
lolos ayakan 4 mesh masuk ke rotary shifter II,
yang mempunyai tingkat
ayakan dari atas ke bawah yaitu 8, 10, 14, 16 dan 24 mesh. Teh yang tertahan dari ayakan 8 dan 10
mesh disebut BP I dan
BP II sedangkan yang loloS ayakan mesh 10 tetapi tertahan pada mesh 14 disebut BP I. Bubuk, teh yang lolos dari ayakan mesh 14 dan tertahan mesh 16 disebut BT 11. Sedangkan bubuk teh
yang lolos ayakan mesh 16 dan dan
tertahan pada mesh 24 disebut PF II dan yang lolos dari mesh 24 disebut Dust II.
10. Untuk bahan BP I
dan 5P II masuk ke cutter
terlebih dahulu kemudian
menuju ke winnower sedangkan untuk BT II, PF II dan Dust II
masuk ke vibrex 4.
a. Bahan BT II masuk
ke vibrex 4, yang tidak lolos ayakan disebut BT II dan tertahan dimesh 16 dan 24 disebut PF II
b. Bahan PF 11 masuk
ke vibrex 4 yang tidak lolos ayakan disebut PF II dan yang tertahan disebut Dust II.
c. Dust II masuk ke vibrex 4, yang tidak lobs ayakan disebut Dust 11 dan tertahan diayakan disebut Dust
I11
d. Untuk bubuk bdag
pada bubble tray yang tidak tertahan pada mesh 5 masuk ke crusher lagi kemudian baru masuk ke winnower dan akan diperoleh bahan pada corong 1
dan 2 yang dinamakan BTL sedangkan pada corong 4 dan 5 disebut BBL.
e. Bubuk BTL yang
dihasilkan •dari winnower kemudian masuk ke rotary
shifter, bubuk yang
tertahan mesh 8 dan 10 disebut BTL dan bubuk ini dapat langsung ditimbang. Sedangkan bubuk yang lolos mesh 10 tetapi tertahan dimesh 14
disebut' BP II. Bubuk yang lolos mesh 14
dan tertahan dimesh 16
disebut BM. Bubuk yang lolos mesh 16 dan tertahan dimesh 24 disebut PF III dan yang lolos dimesh 24 disebut Dust
III.
f. Dari BP II, BM, PF
II dan Dust III akan masuk ke vibrex 4 yang merupakan penyelesaian dari sortasi
kering.
g. Jika
pada vibrex 4 yang masuk BP untuk bubuk
yang tidak lolos pada ayakan vibrex 4 disebut BP 11 sedangkan bubuk
yang tertahan
pada mesh 16 dan 24 disebut BM
h. Jika
pada vibrex 4 yang masuk BM, untuk bubuk yang tidak lolos pada ayakan vibrex 4 disebut BM sedangkan bubuk
yang tertahan pada mesh 16 dan 24 disebut PF
III
i.
Jika pada vibrex 4 yang masuk PF III, untuk bubuk
yang tidak lolos pada ayakan vibrex 4 disebut
PF III sedangkan bubuk yang tertahan pada mesh 16 dan 24 disebut Dust III
j.
Jika pada vibrex 4 yang masuk Dust III,
untuk bubuk yang
tidak lolos pada ayakan vibrex
4 disebut Dust III sedangkan bubuk yang tertahan pada
mesh 16 dan 24 disebut Dust III
k. Jika pada vibrex
4 yang masuk BBL,
untuk bubuk yang tertahan pada
mesh 8, 10 dan 14 disebut BBL dan dapat langsung ditimbang. Untuk bubuk ang lolos pada mesh 14 dan
tertahan pada mesh 16 disebut
PF III. Bubuk yang lolos mesh 16 dan tertahan
dan lolos pada mesh 24 disebut Dust III
Dalam melakukan proses sortasi kering,
diperlukan mesin-mesin sortasi yang memadai.
Mesin-mesin yang umumnya digunakan adalah:
1)
Pemisahan menurut bentuk dan jenisnya : rotary shifte°r
2)
Pemisahan menurut beratnya dan sebagian menurut
bentuknya: winnower
3)
Pemisahan dengan cara mengerus maupun memotong: tea crusher
4)
Untuk memisahkan atau membersihkan tulang dan
serat: vibrex, buble tray
5)
Penyimpanan teh jadi : tea bin / peti miring 6) Pencampuran : tea bulker
Tata letak ruangan sortasi kering bersebelahan dengan
pengeringan, hal ini dilakukan supaya bubuk
teh dapat langsung disortasi sehingga
dapat meminimalkan kenaikan kadar air pada bubuk teh. Karena bubuk teh bersifat higroskopis, artinya dapat
menyerap air di lingkungan kembali walaupun telah dikeringkan pada batas tertentu. Sortasi ini merupakan salah satu awal penanganan proses penyimpanan supaya bubuk
dapat tahan lama dan awet. Sehingga pada
proses ini dibutuhkan kelembaban
ruangan yang rendah. Selain kelembaban udara yang harus diperhatikan, pada
ruangan sortasi dibutuhkan kebersihan yang tinggi yaitu bersih dari debu dan kotoran asing. Supaya
bubuk tidak tercampur dengan debu
yang ada di lingkungan maka dibutuhkan exhaust fan yang terpasang
di dinding. Alat ini menghisap debu dan kotoran asing yang ada di ruangan kemudian debu, dan kotoran asing'
dibuang ke luar ruangan, sehingga
bubuk teh tetap terjaga sampai proses pengemasan.
6. Pengemasan
Setelah melalui proses sortasi, bubuk
teh selanjutnya dimasukkan ke dalam tea
bin. Tea bin atau peti
miring adalah tempat penampungan sementara sesuai dengan grade yang sudah ditetapkan. Tujuannya adalah untuk menunggu proses pencampuran dan
mencegah kenaikan kadar air sebelum
dilakukan pengemasan. Selanjutnya jika akan dilakukan pengiriman maka bubuk teh kemudian dimasukkan ke dalam tea bulker. Tea bulker merupakan tempat untuk mencampur bubuk teh sebelum
dilakukan pengemasan
supaya didapatkan teh hitam yang merata dengan baik.
Selanjutnya dilakukan proses pengemasan menggunakan tea
packer. Pengemasan merupakan cara untuk menjaga kualitas produk yang rentan terhadap perubahan lingkungan.
Pada teh hitam, sangat rentan mengalami kenaikan kadar air karena sifat bahannya yang higroskopis. Kenaikan kadar air ini dapat mengubah
kualitas teh hitam menjadi tidak baik. Sehingga dibutuhkan penanganan yang tepat supaya kualitas teh hitam tetap terjaga. Salah satunya
adalah dengan pengemasan yang baik, berikut tujuan dari pengemasan:
1) Melindungi produk
dari kerusakan
2) Memudahkan
pengangkutan
3) Efisien dalam penyimpanan
gudang
4) Mencegah terjadinya
kenaikan kadar air
5) Menjaga aroma dan
mutu teh hitam
6) Sarana promosi
Bubuk teh yang telah dicampur di tea bulker kemudian dialirkan ke dalam tea
packer. Di bawah tea
packer telah disiapkan
karung yang di dalamnya
dilapisi plastik terlebih dahulu sebagai tempat untuk mengemas bubuk teh. Pada tea
packer terdapat
lantai yang dapat bergetar. Hal ini digunakan supaya bentuknya lebih padat dan dan mengurangi adanya udara
di dalamnya. Selanjutnya bubuk teh ditimbang dengan ketentuan tiap karung adalah 50 kg.
Sebelum dilakukan pengemasan pada karung pengemas diberi sablon logo yang menunjukkan jenis
grade teh dan beratnya untuk membedakan tiap grade teh. Karung yang digunakan
mempunyai harga @ Rp
2.950,00/karung dan untuk plastik harga @ Rp 1.350,00/plastik. Untuk teh hitam yang mempunyai partikel kecil
(halus) ukuran karung yang digunakan
adalah panjang 115 cm dan lebar 75 cm, sedangkan untuk partkel teh hitam yang besar digunakan karung
dengan ukuran panjang 120
cm clan lebar 80 cm.
Tabe15.3 Berat
Kemasan menurut Grade Teh Hitam PPTK Gambung
MUTU
I
|
MUTU
II
|
||
Grade
|
B
erat (Kg)
|
Grade
|
Berat
(Kg)
|
OP
|
-
|
|
|
FOP
|
-
|
BP II
|
50
|
BOP
|
50
|
BT II
|
45
|
BOPF
|
50
|
PF II
|
50
|
PF
|
55
|
Dust II
|
60
|
BP I
|
60
|
PF III
|
55
|
Dust
|
60
|
Dust III
|
60
|
BT I
|
40
|
BTL
|
40
|
BM
|
50
|
BBL
|
45
|
DAFTAR PUSTAKA
Adisewojo R. 1982.
Bercocok Tanam Teh. Sumur. Bandung.
Arifin S., dkk. 1994.
Petunjuk Teknis Pengolahan Teh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat
Penelitian Teh dan Kina Gambung. Bandung.
Harler, C, R.
1963. Tea Manufacture. Oxford
University Press.
Jenie, Betty Sri Laksmi. 1989. Sanitasi Dalam Industri Pangan. Pusat
Antar Universitas.
IPB. Bogor.
Kirk, R. E. and P. F. Othmer, 1965. Chemistry of Tea. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol 13 2nd. John Wiley and Sons
Inc. New York.
Leniger, HA.
1941. Handleding Voor de Theebereiding. De Centrale
Vereeniging tot Beheer Van Preefstations. Bogor.
Pintauro, D. N., 1977.
Tea and Soluble Tea Product Manufacture. Noyes data Co. New Jersey.
Tim Penyusun.
2008. Petunjuk Teknis
Pengolahan Teh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. Bandung.
Roberts, R.A.H., 1958. Teh Chemistry of Tea Manufacture. J. Sci. Food
Agric. 9: 381-390. .
Vb'inarno, F.G. dan Surono. 2002. Cara Pengolahan Pangan Yang Baik. M Brio
Press. Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar