Selasa, 28 Oktober 2014

MAKALAH TENTANG TEH HITAM



BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang
Teh sudah sangat dikenal oleh masyarakat dunia sebagai minuman penyegar tubuh.Sejarahnyateh pertama kali ditemukan di Cina pada 2737 SM oleh Kaisar Shen Nung yang tanpa sengaja saat memasak air, daun teh masuk kedalamnya. Kemudian dari air didihan tersebut diminum oleh kaisar dan kaisar merasakan kesegaran sesuai meminumanya . Sejak saat itu teh menjadi minuman yang penting bagi masyarakat china. Selain china, tanaman teh juga dapat tumbuh di india dan jepang.

            Pada awal abad ke-17bangsa Belanda dan Portugis mulai memperkenalkan minuman teh di eropa. Mulanya minuman teh tidak diperhatikan, namun berkat Ratu Inggris Chaterhine of Braganza, teh lebih dikenal oleh masyarakat luasnya.  Chaterine of Braganza  memperkenalkan minuman teh kepada para bangsawan  acara penjamuan kerajaan. Minuman ini disuguhkan sebagai minuman pengganti anggur yang menyegarkan danmenyethatkn dibandIing amggur. Mulai saat itulah teh menjadi salah satu komoditas yang pentingdan mendapatkan kesan yang baik di kalangan masyarakat Eropa.
            Pencitraan yang baik dilakukan oleh Catehrine of Braganza, membuat teh menjadi lebih terkenal dan lebih bernilai lagi. Dampaknya adalah teh menjadi salah satu komoditas yang berharga sehingga membuat orang-orang Eropa tertarik untuk lebih lanjut membudidayakanya. Budidaya tanaman teh sendiri banyak ditemukan didaerah teropis yaitu di Asia Selatan dan asia Tenggara. Sehingga banyak orang Eropa yang kemudian ke Asia Sealatan dan Asia Tenggara guna meneliti tanaman teh. Di Indonesia sendiri, tanaman teh pertamakali di kembangkan di Gambung, Jawa Barat oleh R.E Kerkhoven pada tahun 1863. Pada saat itu Kerkhoven berhasil menanam teh jenis assaimica yang di bawa dari Srilanka dan kemudian menjadi teh yang disukaI oleh masyarakat eropa. Berkat usaha Kherhoven ini, tanaman teh menjadi tersebar diseluruh pulau Jawa sampai saat ini sehingga menjadi salah satu komoditas utama bagi Indonesia.
            Teh diperoleh dari pengolahan daun (pucuk daun dan daun-daun muda) dari tanaman teh (camilia sinensis).  Tanaman ini berasal dari pegunungan Himalaya.  Karenanya diaerah teropis tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah pegunungan, di dataran-dataran tinggi dengan suhu 14-25o C. Di indonesia tanaman teh tumbuh baik di daerah-daerah dengan ketinggian 250-1.200 m. Tanaman teh membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang tahun sekurang-kurangnya 2.000mm (adisewoyo, 1982).
            Tanaman teh mulai dapat di petik pucuknnya setelah berumur 5tahun dan dapat berproduksi sehingga umur 40 tahun jika pemeliharaan dilakukan dengan baik.  Karna itulah tanaman teh perlu di pupuk, dibebaskan dari serangan hama dengan penyemprotan secara teratur, mendapat hasil yang maksimal (Leniger, 1941).
            Menurut Adisewojo (1982), secara umum tanaman teh  terdiri dari dua varietas besar yaitu sinensis yaitu teha sinensis yang berasal dari daerah Tibet  dan Tiongkok sebelah selatan dan varietas besar yaitu Teha sinensis yang berasal dari India pada tahun 1878. Teha sisnesis mempunyai daun yang lebih kecil  dari Teha asamica. Salah satu kelebihan dari varietas assamica ini adalah polifenolnya yang tinggi. Sehungga sangatlah bralasan apabila teh Indonesia lebih berpotensi dalam hal kesehatan dibandingkan teh jepang maupun cina yang mengandalkan varietas sinensis sebagai bahan bakunya.
            Komoditas teh dihasilkan dari pucuk daun tanaman teh melalui proses pengolahan tertentu.Secar umum teh diklasifikasikan berdasarkan proses pengolahannyabmenjadi  3 macam  yaitu teh hitam, teh hijau dan teh oolong. Teh hijau tnpa proses fermentasi tidak menggunakan mikrobia sebagai sumber enzim, melainkan dilakukan oleh enzim polifenol oksidase  yang terdapat di dalam teh itu sendiri. T eh oolong merupakan teh yang dalam pengolahannya memerlukan proses fermentasi sebgian atau sering disebut semi fermentasi.
            Dalam perkembangan budidaya teh I ndonesia, pengolhan teh hitam mendapat perhatian cukup besar sehingga teh kering yang dihasilkan disukai olh konsumen dam dan luar negri. Teh hitam sudah lama menjadi komdiyi ekspor Indonsia yang sangat penting selain minyak bumi  dan hasil –hasil lainnya. Perkembangan nilai ekspor teh semakin meningkat  dari tahun ke tahun dan berkisar antara 1,24%  - 3,86% (Arifin, 1994).
            Menurut Andrew T Supit, salah satu pengurus Dewan Teh Indonesia yamg dikutif dari ANTARA news tingkat produksi teh pada tahun 2010 mencapai 120.000 ton atau memenuhi sekitar 5,8%  kebutuhan teh Dunia dengan luas tahun kebun 148.000 ha. Hal ini didorong oleh konsumsi teh di dunia yang besar pada tahun 2007 sebsar 3,5 juta yang terdiri dari teh hitam, teh hijau dan teh oolong (teh semi fermentasi). Dari jumlah sebesar itu, 69% adalah th hitam. Indonesia menjadi penghasil tanamn teh terbesar ke 6 di dunia setelah vietnam, India, China, Srilangka dan Kenya. Perkembangan teh indonesia yan semakin pesat perlu diperhatikan lebih dalam sehingga ke depannya kualitas teh indonesia dapat lebih baik.
            Beberapa tahun terakhir permintaan pasar yang menghendaki ukran partikel lebh kecil dan lebih halus. Sehingga proses pengolahan teh hitam pada bagian penggilinan lebih ditekankan. Untuk mendapat ukuran partikel lebih kecil maka menggunakan metode orthodox rotorvane yang lebih menekannya pada penggilingannya. Beberapa metode pengolahan teh hitam merupakan solusi untuk meningkatkan kualitas teh dan supaya nilai jual teh didunia lebih tinggi sehingga meningktkan pemasukan bagi negar Indonesia.
            PPTK Gambung merupakan prusahaan yang memproduksi teh hitam dengan sistem pengolahan orthodox rotorvane. Sistem digunakan untuk memperoleh ukuran bubuk partikel yang lebih kecil dn lebih halus sesuai dengan permintaan pasar. Teh hitam PPTK Gambung sebagian besar  di ekspor ke luar negri dan kualitas dari teh yang diproduksi tidak kalah dengan negara-negara lain.
            Pemilihan lokasi kerja praktek di PPTK Gambung,Bandung, Jawa Barat, karena sampai saat ini PPTK Gambung telah memproduksi jenis teh hitam yan berkualitas dan diminati pasar. Selain itu merupakan pusat penelitian teh di Indonesia sehingga banyak para peneliti yang ada disana dan memudahkan mahasiswa menggali lebih banyak lagi ilmu yang berkembang di dunia mengenai teh di dunia dan teh di Indonesia pada khususnya.

B. Tujuan
            Tujuan dalam Laporan Kerja Praktek adalah melatih siswa agar dapat berfikir secara logis dalam menguraikan dan membahas suatu permasalahan yang ada di dunia kerja sesuai dengan dengan pengetahuan yang telah diperoleh selama di bangku sekolah sesuai dengan bidang studinya. Selain itu, melatih siswa agar memiliki kemampun membuat suatu penulisan laporan sistematis dan terstruktur seuai dengan format yang berlaku.
C. Manfaat
            Kerja Praktek di PPTK Gambung diharapkan dapat memberikan manfaat kepada siswa berupa pengetahuan mengenai dunia kerja. Dapat memahami proses pengolahan teh sampai proses pengemasannya.




BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
           
            Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) ddurikan tanggal 10 Januari 1973, sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 14/Kpts/Um/1973, dengan tujuan untuk meningkatkan kegiatan peneliti komoditi teh dan kina.Sebelum tahun 1973 kegiatan penelitian teh dan kina dilakukan oleh Balai Penelitian Perkebunan Bogor dan Pusat Penelitian Budidaya Kina Tjinjiruan. Sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian no.: 823/Kpts/KB/110/11/1989, tanggal 30 Nopember 1989, pengelolaan BPTK dialihkan dari Badan Litbang Pertanian kepada Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia (AP3I), dan nama BPTK diaubah menjadi Pusat Penelitian Perkebunan Gambung (Puslitbn Gambung). Dalam ketetapan Rapat Anggota AP3I No.:06/RA/VII/92, tanggal 25 Juli 1992, dan telah disetujui Mentri Pertanian , sesuai surat No.:OT.210/552/Mentan/XII/92, tanggal 17 Desember 1992, nama Puslitbun Gambung diubah menjadi Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK). Sejak tahun 1996,AP3I digabung dengan AP2GI (Asosiasi Pnelitian dan Perkebunan Gula Indonesia) menjadi AP2I (Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia) dan Pada tanggal 31 januari 2003 berubah kembali menjadi LRPI (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia)
            Perubahan nama dan pengelolaan tersebut tidak mengubah mandat yang telah sejak ditetapkan sejak tahun 1973, yaitu untuk menyelenggarakan penelitian tepat guna (applied research) di bidang teh dan kina dengan tujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas dari produksi teh dan kina serta memcahkan problema yang timbul atau diduga akan timbul di bidang pengusahaan teh dan kina.
            Sejak pengelolaan PPTK dialihkan dari Mentri pertanian RI kepada AP3I penandaannya berasal dari iuran APPI sebesar 16%, dana APBN 6%, dan selebihnya 78% berasal dari penddapatan sendiri. Dengan menurunnya harga teh dalam kurun waktu 2000-2005 PPTK mengalami kesulitan likuiditas karena pendapatan maksimal yang dicapai setiap bulan tidak dapat mencukupi kebutuhan minimal. Akibatnya hutang PPTK terus menumpuk dan banyak hak-hak karyawan yang tidak dapat dipenuhi. Kondisi ini telah berlangsung lama dan PPTK tidak dapat mengangkat tenaga peneliti baru. Dengan banyaknya tenaga peneliti senior yang pensiun maka tenaga peneliti yang ada sangat terbatas sehingga cukup menghambat peran PPTK Gambung sebagai penghasil inovasi teknologi teh dan kina nasional.
            Sejarah Pusat Penelitian Teh dan Kina tidak terlepas dari perkembangan penelitian teh dan kina yang dilakukan sejak masa pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1893 dengan kronologis sebagai berikut.
1893 : Soekabumische membiayai seorang Landbouw Vereeniging bekerja sama dengan        Kebun Raya Bogor asisten di Laboratorium Agrokimia untuk bertugas khusus melakukan penelitian-penelitia teh.
1902 : Berdiri Proefstation voor Tehe yang merupakan bagian dari Kebun Raya Bogor berdasarkan Keputusan Pemerintah Nomor 16 tertanggal 13 April 1902.
1911 : Berdiri Gouvernements Kina-Proefstation di Cinyiriuan,Pangalengan,berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal No 35 tertanggal 31 Mei 1911.
1912 : Proefstation voor Tehe dijadikan bagian dari Departemen Pertanian dan namanya diubah menjadi Algemeen Proefstation voor Tehe.
1925 : Dibentuk Algemen Landbouw Syndicat (ALS).
1932 : ALS mempersatukan Algemen Proefstation voor Tehe dengan Proefstation voor Rubber dengan nama Proefstation West-Java.
1938 : Penelitian kina di Cinyiruan dipindahkan ke Bogor dan menjadi tugas dari Proefstation West-Java.
1942 : Proefstation West-Java berubah nama menjadi Seibu Sikenzyioo.
1945 : Seibu Sekinzyoo kembali berubah nama menjadi Proefstation der Centrale Proefstation Verneging (CPV).
C. Deskripsi Perusahaan
    1. Lokasi PPTK Gambung
            PPTK Gambung terletak di gunung Tilu sebelah selatan Bandung, tepatnya di Desa Mekar Sari, Kecamatan Pasir Jambu, Kewedanna Soreang, Kabupaten daerah tingkat II Bandung. Jarak dari kota Bandung sekitar 40 km ke arah tenggara dengan ketinggian 1300m di atas permukaan laut. Untuk batas-batas wilayah geografis PPTK Gambung antara lain:
Sebelah utara               : Desa Cibodas
Sebelah selatan            : Gunung Ciwaringin
Sebelah barat               : Desa Cisonadari
Sebelah timur              : Desa Lumajang
            Lokasi perkebunan terdapat pada ketinggian kurang lebih 1200-1400m di atas permukaan air laut, keadaan tanhanya berbukit-bukit dengan kmiringan bervariasi 20-70 luas areal konsensi kebun kurang lebih 636,13ha, terdiri dari 356,87ha untuk areal teh dan 22ha untuk areal kina dan yang lainnya untuk bangunan kantor, laboratorium, perumahan pabrik dan tanah cadngan.
           

PPTK Gambung memiliki 2 afdeling yaitu Kebun Gambung Utara dan kebun Gambung Selatan yang masing-masing terdiri dari 9 sampai 11 blok. Gambung Utara sebagai blok A memiliki luas 184,42 ha dan Gambung Selatan sebagai blok B memiliki luas areal 184 ha. Kebun inj digunakan sebagai kebun percobaan penerapan teknologi hasil-hasil penelitian baik dalam bidang kultur maupun pengolahan. Selain konsensi yang ada di PPTK Gambung juga terdapat kebun-kebun percobaan di Chincona-Cibeureum (Pengalengan, jawa barat), Pasir sarongge (Cianjur-jawa barat), dan simalungun (Sumtera Utara).
            Lokasi pabrik berada di sekitar kebun dan kantor PPTK. Terdapat dua pabrik pengolahan yaitu, pabrik pengolahan teh hitam dan prototype pabrik engoslhan teh hijau terdapat di pasir sarongge , cipanas, kabupaten cianjur ,jawa barat. Luas pabrik teh hitam 3200 m2 dengan panjang 80m dan lebar 40 m. Pabrik teh hitam memiliki tiga lantai yang mana lantai tiga untuk kantor pabrik dan pelayanan, lantai dua untuk kantor kebun, dan lantai dasar untuk ruang pengolahan.

Tabel 1.1 Luas Kebun Percobaan dan            Percontohan PPTK
NO
Lokasi Kebun
2010(ha)
1
Gambung
636.11
2
Chincona-Cibeureum
22.66
3
Pasir Sarongge
72.32
4
Simalungun
114..91

Total luas area
846

2. Keadaan Alam
            Angin di daerah Gambung berkecepatan sedang dan basah. Angin kencang sering terjadi pada peralihan musim, dan kabut sering turun pada musim penghujan sehingga mengurangi intensitas cahaya matahari yang sampai pada pada tanaman teh. Angin kencang ditanggulangi dengan menanam tanaman pelindung (wind break) contohnya lamtoro (leucaena laucochephala) yang tahan kutu loncat dan silver oaks (grevillea robusta).
Selain berperan sebagai pohon pelindung, tanaman-tanaman ini juga merupakan sumber enrgi yang baik sebagai kayu bakar di pabrik teh.
            Daerah perkebunan teh di PPTK Gambung merupakan tanah yang berbukit-bukit dengan ketinggian tempat berkisar antara 1200-1400m di atas permukaan laut (DPL).
            Tanah di perkebunan teh di PPTK Gambung di dominasi oleh dua jenis tanah, yaitu jenis tanah andosol (vulakanis muda) dan jenis tanah latosol. Tanah andosol berwarna coklat kekuning-kuningan dngan struktur geluh dan berstruktur remah, lunak atau sngat halus,sehingga mempunyai daya ikat air yang tinggi, tanah gembur dan ketahanan srukturnya tinggi serta mudah di olah. Tanah latosol berwarna agak merah dngan tekstur lempung sampai geluh, strukturnya remah sampai gumpal lemah sehingga bila terkena hujan akan lengket tetapi jiga kondisi kekeringan menjadi keras dan pecah-pecah. Adapun pH tanah di wilayah kebun gambung bekisar antar 4,5-5,6 dengan kadar bahan bahan organic anatara 1,35-6,73% dan kadar P dan K tergolong rendah sampai sedang.

1.      Alat Pelayuan
Alat atau atau mesin yang digunakan dalam melakukan proses pengolahan teh di PPTK Gambung adalah sebagai berikut :
a.      Monorail conveyor
Alat ini berpungsi sebagai alat angkut untuk membawa pucuk teh segar yang telah diturunkan dari truk pengangkut ke tempat pelayuan (withrering trough) selain itu alat ini juga digunakan untuk mengangkut pucuk yang telah selesai dilayukan menuju saluran penyalur pucuk yang menuju ruang penggulungan. Alat ini dijalankan dengan menggunakan tenaga motor listrik berkuatan 1 Hp dengan kecepatan putaran 1420rpm.
b.      Palung pelayuan (withering trough)
Alat ini berpungsi sebagai tempat untuk menyimpan pucuk yang akan dilayukan sehingga mencapai tingkat yang dikehendaki yaitu sampai penurnan kadar air pucuk sekitar 40-50%. Terdapat 16 unit trough yang ada di PPTK, satu unit trough mempunyai kapasitas 30-35m2 pucuk teh. Bentuk trough adalah persegi panjang yang terdiri dari dua tingkat, tingkat pertama sebagai ruang untuk hembusan udar yang dialirkan oleh saluran udara panas yang berasal dari Heat exchanger yang akan dihembuskan oleh blower ke dalam ruangan tersebut. Tingkat yang kedua sebagai tempat untuk membeberkan pucuk dialirkan oleh saluran udara dan tingkat kedua berpungsi sebagai tempat untuk membeberkan pucuk segar. Alat ini dilengkapi dengan pintu pengeluaran yang berpungsi untuk memgeluarkan udara dan kotoran.
FOTO


c.      OTR (open top roller)
Proses penggulungan di PPTK adalah dengan menggunakan mesin OTR. Mesin OTR dapat menggulung pucuk teh yang telah layu tanpa menggunakan tekanan, OTR bekerja dengan type single action atau menggulung dengan satu arah putaran yang searah jarum jam. Mesin OTR dilengkapi dengan silynder penggulung yang fungsinya untuk tempat penyimpanan pucuk yang akan digulung, silyinder penggulung ini terbuat dari stainless steel dengan diameter 47 inch dengan kapasitas silynder penggulung 300kg, ujung atas silynder ini terbuka digunakan sebagai tempat memasukan pucuk yang disalurkan dari ruang pelayuan dengan menggunakan saluran-saluran yang terbuat dari plastik, sylinder ini yang akan berputar dalam melakukan proses penggulungan dengan kecepatan putaran 42 rpm yang digerakan oleh tenaga motor listrik berkekuatan 20 hp yang menghasilkan kecepatan putaran 1440 rpm, daya dari motor listrik tersbeut dihubungkan sylinder penggulung dengan menggunakan sabuk (belt) yang berpungsi untuk mentransmisikan putaran motor melalui engkol. Dalam prinsip kerjanya mesin ini dilenkapi juga dengan meja gulung yang terdpat plat-plat besi yang berpungsi sebagai pembalik pada permukaannya dan akan menggulung pucuk ketika sylinder penggulung berputar. Hasil penggulungan melalui lung pengeluaran yang berada di bawah meja penggulung.
FOTO

d.     Rotorvane
Prinsip kerjanya pucuk-pucuk teh dimasukan ke dalam rotorvane melalui hopper (lubang pemasukan), kemudian pucuk tersebut diangkut oleh konveyor menuju tempat penggilingan yang terdiri dari feed worm yang berbentu spiral yang akan mendorong pucuk tersebut ke dalam baling-baling yang berputar (pisau pemotong) diantara resistor yang menempel pada dinding putaran dan akan memotong dan meggiling pucuk . Rotorvane di PPTK Gambung ada dua jenis yaitu RV 8 inch dengan kapasitas 600 kg/jam dan kedua berukuran 15 inch dengan kapasitas 1000-1200 kg/jam, kedua alat ini digerakan oleh tenaga penggerak motor listrik yang berkekuatan 15 hp dengan kecepatan putaran 1440rpm.
e.      Press cap roller (PCR)
Bentuk dan cara kerja PCR hampir sama dengan OTR hanya saja perbedaannya terletak pada PCR dilengkapi dengan alat pengepres yang tervuat dari plat stanles yang dibawahnya dari kayu, cara pengoprasian alat ini dilakukan perbandingan 5 : 10 dimana 5 menit dikirab (buka) dan 10 menit di press. Bubuk yang akan digiling dimasukan kedalam alat ini melalui lubang pemasukan yang berada diantara pengepress dan silinder penggulung dengan cra menggunakan sekop, kapasitas PCR ini adalah 285 kg/operasi, motor penggerak yang digunakan adalah motor listrik dengan kekuatan 20 hp dengan kecepatan putaran 1440 rpm.
f.       Rbbs (rotary ball breaker sifter)
Alat atau mesin ini digunakan dalam proses sortasi basah, alat ini berpungsi sebagai pengayak untuk memisahkan bubuk teh basah berdasarkan ukuran atau grade. Dalam pengoprasiannya bubuk yang akan di sortasi dimaskan ke dalam lubang pemasukan dimana dalam lubang pemasukan tersebut terdapat plat pemotong yang berputar yang digerakan oleh motor listrik sehingga bubuk tidak menggumpal dan terpecah, bubuk-bubuk yang sudah terpecah tersebut kemudian diangkut oleh conveyor ke ssebuah ayakan (roll breaker). Ayakan yang terdapat pada roll breaker di pasang secara berurutan dengan ukuran 7-7-7 atau ukuran 6-6-7, untuk ukuran mesh 6-6-7 di gunakan untuk menghasilkan bubuk I dan bubuk II sedangkan untuk ukurn mesh 7-7-7 digunakan untuk menghasilkan bubuk III, sedangkan untuk bubuk yang tidak lolos dari ukuran-ukuran mesh disebut bubuk badag. Alat ini berkapasitas 1200 kg/jam.
g.      Rak dan Baki
Baki-baki yang digunakan terbuat dari alumunium sebagai tempat untuk menyimpan bubuk teh yang telah di sortasi basah, baki ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran sekitar 65 cm x 60 cm x 7 cm.
h.      Humidifier 


BAB III
MANAJEMEN PERUSAHAAN

A.    Struktur dan Sistem Organisasi
Struktur organisasi yang digunakan di PPTK Gambung adalah struktur organism garis atau staf, karena setiap atasan mempunyai bawahan tertentu dan bertanggung jawab secara langsung pada pimpinan. PPTK dipimpin oleh seorang direktur dan dibantu oleh 3 orang pejabat lapis II, yaitu Kepala Bidang Usaha, Kepala Bidang Penelitian, dan Kepala Biro Umum dan SDM.
Kepala Bidang Usaha membawahi due unit usaha kebun (UUK), yaitu WK Gambung dan UUK Simalungun; Unit Pelayanan Jasa; dan Unit Pemasaran. Setiap unit kerja usaha ini dipimpin oleh manajer. Unit Usaha Kebun bertanggung jawab mengelola kebun dan pabrik pengolahan teh hitam dan teh hijau. Unit Pelayanan Jasa bertanggung jawab mengelola laboratorium yang melayani berbagai pengujian mutu produk dan bahan serta efikasi produk yang akan diaplikasikan untuk menunjang produktivitas kebun, kerja same penelitian, memberikan layanan jasa kepakaran lainnya (rekomendasi pemupukan, studi kelayakan, pemetaan tanah, survey kesesuaian lahan, pendampingan dan bantuan teknis), dan mengelola agrowisata. Sedangkan Unit Pemasaran bertanggung jawab memasarkan produk hulu dan hilir teh dan kina berupa bahan tanaman, saprotan, teh ;jadi, dan kulit kina.
Kepala Bidang Penelitian membawahi empat Kelompok Peneliti (Kelti), Urusan Penyampaian Hasil Penelitian (PHP), dan Urusan Perencanaan-Monitoring-Evaluasi Riset (Remonev). Kelompok Peneliti merupakan wadah para peneliti yang dikelompokkan menjadi Kelompok Peneliti Budidaya, Kelompok Peneliti Proteksi, Kelompok Peneliti Teknologi Pertanian, dan Kelompok Peneliti Sosial Ekonomi Pertanian. Urusan PHP bertanggung jawab mengelola Perpustakaan yang menyediakan berbagai bahan pustaka mengenai teh dan kina serta pertanian dan perkebunan pada umumnya; memberikan layanan informasi komoditi teh dan kina; dan mengelola kegiatan Publikasi yang bertugas melakukan penerbitan dan pencetakan berbagai media (jurnal, warta, monografi, display, dan sebagainya) untuk menyalurkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh PPTK.
Kepala Biro Umum dan SDM membawahi Urusan Sumber Daya Manusia (SDM), Urusan Keuarigan, dan Urusan Rumah Tangga. Urusan SDM bertanggung jawab mengelola administrasi dan kesejahteraan pegawai. Urusan Keuangan bertanggung jawab mengelola administrasi keuangan dan pembukuan. Urusan Rumah Tangga bertanggung jawab mengelola bidang umum yang meliputi tata usaha, aset,,' pengadaan barang, pemeliharaan bangunan dan kendaraan, Secara umum, biro ini bertugas menunjang seluruh operasional kegiatan institusi.

 


















Gambar 3.1. Struktur Organisasi PPTK Gambung
B.     Ketenagakerjaan
Karyawan di PPTK Gambung terdiri dari pegawai tetap, karyawan harian lepas, karyawan harian musiman dan karyawan kontrak. SDM PPTK secara keseluruhan adalah 899 orang dengan komposisi terdapat      di tabel 3.1.

Tabe1 3.1. Komposisi SDM PPTK Gambung
No
Bidang/Biro/Unit Kerja
Jumlah
1
Biro Umum dan SDM
121
2
Bidang Penelitian (peneliti dan Teknisi)
51
3
Bidang Usaha
29
4
Kebun Percobaan
379
5
Diperbantukan di LRPI Bogor
5
6
KHM
303
7
Kontrakan
3

Jumlah
899

Karyawan pada pabrik pengolahan teh mempunyai kewajiban, antara lain:
1.         Karyawan harus menjunjung tinggi nama baik perusahaan dan menjaga kepercayaan yang telah diberikan serta tidak melakukan hal-hal atau perbuatan-perbuatan yang merugikan perusahaan
2.         Karyawan wajib mentaati perintah-perintah di dalam perusahaan
3.         Karyawan wajib mengikuti setiap prosedur dan instruksi kerja untuk menjaga serta meningkatkan kualitas produk dan jasa semaksimal mungkin.
4.         Karyawan tidak diperkenankan melaksanakan kegiatan lain selain menjalankan tugas-tugas yang diberikan sebagai kewajiban seorang karyawan.
5.         Karyawan wajib menjaga kerapian dan kebersihan tempat atau ruang kerjanya, peralatan kerja serta dirinya sendiri.
6.         Karyawan harus menjaga sopan santun selama di lingkungan pekerjaan
Sedangkan hak karyawan pada pabrik pengolahan teh PPTK Gambung:
1.      Mendapatkan gaji
2.      Tunjangan hari raya keagamaan
3.      Keselamatan kerja dan kesehatan kerja
4.      Keamanan clan. hubungan kerja
5.      Pengobatan dan perawatan kesehatan
6.      Mendapatkan upah selama sakit
7.      Jaminan Sosial Tenaga Kerja
8.      Tunjangan kematian bukan karena kecelakaan kerja

C.    Fasilitas dan Kesejahteraan Karyawan
Beberapa fasilitas yang disediakan oleh PPTK untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan, antara lain:
1.      Perumahan
2.      Kantor dan Laboratorium
3.      Tempat Ibadah           
4.      Fasilitaas Olahraga
5.      Fasilitas Pendidikan
6.      Perpustakaan
7.      Tempat penitipan bayi 8. Poliklinik










B.    Pemeliharaan
Pemeliharaan perlu dilakukan guna mendapatkan hasil teh yang baik. Kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan berupa pemangkasan, kerik lumut, benam ranggas, pemupukan dan pemberantasan hama penyakit.
1.      Pemangkasan
Tujuan dari pemangkasan adalah agar tanaman teh dapat tumbuh melebar ke samping sehingga memiliki lebih banyak cabang clan dapat menghasilkan lebih banyak lagi daun teh. Tujuan lain adalah untuk meratakan bidang petik, supaya pemetik lebih mudah dan cepat dalam proses pemetikan yang dilakukan. Macam-macam pemangkasan yaitu:
a.       Pemangkasan bersih
Pemangkasan bersih adalah pemangkasan yang bertujuan untuk memperbaiki percabangan. Pemangkasan ini membuang ranting­ranting yang berukuran kurang dari 1 cm (sebesar pensil). Sebelum dilakukan pemangkasan bersih harus dipertimbangan terlebih dahulu kondisi tanaman. Karena apabila tanaman dalam kondisi yang kurang baik kemudian dilakukan pemangkasan maka tanaman dapat mati. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menentukan apakah dapat dilakukan pemangkasan pada tanaman teh atau tidak adalah dengan melihat kandungan pati pada akar tanaman teh. Apabila kandungan patinya kurang maka tidak boleh dilakukan pemangkasan. Kandungan pati pada akar yang sedikit menunjukkan bahwa tanaman dalam kondisi yang kurang baik sehingga harus dilakukkan pemupukan kemudian dilihat kondisi tanaman selama 3 bulan setelah pemupukan baru bisa dilakukan pemangkasan. Cara mengujinya dengan menetesi akar tanaman dengan larutan iodine dan dilihat perubahan warnanya kemudian dibandingan dengan buah kentang yang juga ditetesi larutan iodine. Apabila kandungan pati cukup tinggi maka akar akan berubah warna menjadi biru tua.
b.      Pemangkasan setengah bersih
Pemangkasan setengah bersih adalah pemangkasan yang masih menyisakan daun dibagian tengah perdu sedangkar. dibagian sisi luar perdu dibiarkan. Tinggi pemangkasan ini adalah 45 - 65 cm dari permukaan tanah.
c.       Pemangkasan kepris
Pemangkasan dengan tinggi 60 - 70 cm dari permukaan tanah, dengan bidang pangkas rata seperti meja tanpa pembersihan ranting. Pemangkasan ini berfungsi utuk membentuk bidang petik.
d.      Pemangkasan jambul (ajir)
Pemangkasan jambul adalah pemangkasan dengan tinggi 45 - 60 cm dari permukaan tanah dengan meninggalkan 2 cabang atau 1 cabang disisi kanan dan kiri perdu atau sering disebut jambul. Pemangkasan jambul dilakukan pada musim kemarau, hal ini bertujuan untuk menghindari kehilangan air dan cadangan makanan. Pada pemangkasan ini pada setiap cabang disisakan sekitar 50 lembar daun sehingga total daun yang tersisa 1001embar0
e.       Pemangkasan produksi
Pemangkasan produksi merupakan pemangkasan yang dilakukan untuk memperluas bidang petik, ketinggian pangkasan antara 55 - 60 cm dari permukaan tanah. Tunas akan tumbuh setelah 3 bulan, pada pemangkasan produksi sering dijumpai cakar ayam yaitu tumbuhnya banyak tunas yang tidak beraturan. Ini diakibatkan tidak dipotongnya batang yang sebesar pensil atau lebih kecil.
2.      Kerik lumut
Kerik lumut merupakan kegiatan menghilangkan tanaman pengganggu yang menempel pada batang tanaman teh. Kegiatan ini dilakukan I minggu setelah pemangkasan. Kerik lumut bisa dilakukan dengan menggunakan pisau. Batang yang dikerik haruslah batang dengan lumut yang menempel, kulit dari batang diusahakan tidak boleh terkelupas.
3.      Benam ranggas
Benam ranggas merupakan kegiatan membenamkan sisa limbah pangkas ke dalam tanah di sekitar tanaman teh. Tujuannya adalah menambah unsur hara ke dalam tanah yang hilang akibat pemetikan dan pemangkasan.
4.      Penyiangan
Penyiangan merupakan kegiatan membersihkan gulma atau tanaman pengganggu di sekitar tanaman teh. Kegiatan ini dilakukan tiga bulan sekali. Alat yang digunakan adalah sabit.
5.      Pemupukan
Pemupukan merupakan kegiatan pemberian pupuk ke tanaman dengan tujuan mengembalikan kesuburan tanah karena persediaan unsur hara di dalam tanah semakin menipis. Alat yang digunakan adalah Saprodik type IS-38. Alat benam pupuk ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu:
·         Meningkatkan efisiensi pengunaan pupuk 20-40%
·         Mengurangi hilang pupuk karena leaching, run-off dan menguap
·         Memudahkan pemupukan pada tanaman teh pangkas 3-4 tahun
·         Meningkatkan produktivitas tanaman karena adanya efektivitas pemupukan
6.      Pemberantasan hama dan penyakit
Ganguan hama dan penyakit sering terjadi dan menyerang pada tanaman dan hal ini membuat produktivitas tanaman menurun. Oleh karena itu perlu dilakukan pemberantasan terhadap hama dan penyakit. Pada perkebuanan PPTK terdapat beberapa hama dan penyakit yang menyerang, berikut hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman teh:
a.       Ulat
Ulat yang biasa menyerang adalah ulat api, ulat jengkal, ulat penggulung daun dan ulat penggulung pucuk. Ulat biasanya menyerang pada musim kemarau.
b.      Tungau
Tungau yang sering menyerang adalah tungau jingga yang menyerang tanaman teh tua di bagian permukaan bawah. Ciri-ciri tanaman teh terserang tungau adalah daun mongering dan rontok. Pengendaliannya adalah dengan menggunakan predator Amblyseius delenoii. Hal ini dilakukan untuk mengurangi penggunaan pestisida berlebih sehingga citra teh dapat meningkat.
c.       Cacar
Penyakit cacar disebabkan oleh jamur Exobasidium vexans Massae. Penyakit ini menyerang. daun dan ranting muda. Cirinya adalah adanya bintik-bintik kecil yang nantinya akan menjadi lubang. Penyakit cacar disebabkan oleh spora yang diterbangkan oleh angin

C.   Pemetikan
Pemetikan adalah pemungutan hasil pucuk tanaman teh yang memenuhi syarat-syarat pengolahan. Pemetikan berfungsi pula sebagai usaha untuk membentuk kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan. Ada beberapa istilah dalam pemetikan maupun dalam menentukan rumus-rumus pemetikan antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Peko, adalah kuncup tunas aktif berbentuk runcing yang terletak padaujung pucuk. Dalam rumus pemetikan tertulis dengan huruf `p'
2.      Burung, adalah tunas tidak aktif berbentuk titik yang terletak pada ujung pucuk. Dalam rumus pemetikan tertulis dengan huruf `b'
3.      Kepel, adalah dua daun awal yang keluar dari tunas yang sebelahnya tertutup sisik. Sisik ini akan segera berguguran apabila daun kepel ini mulai tumbuh.
4.      Daun muda, adalah daun yang baru terbentuk tetapi beum terbuka seluruhnya. Dalam rumus pemetikan ditulis dengan huruf `m'.
5.      Daun tua, adalah daun yang telah berwarna hijau gelap terasa keras dan bila dipatahkan berserat. Dalam rumus pemetikan ditulis dengan huruf `t'.
Pemetikan menurut waktunya ada 3 jenis yaitu:
1.      Petikan Jendangan
Petikan ini dilakukan dengan tujuan membentuk petikan yang lebar dengan ketebalan lapisan daun pemeliharaan yang cukup agar tanaman mempunyai produktivitas tinggi. Petikan dilakukan I bulan setelah pemangkasan.
2.      Petikan Biasa
Petikan biasa juga disebut dengan petikan produksi. Petikan ini dilakukan setelah 2-2,5 bulan dilakukan petikan jendangan. Selama 2-2,5 bulan akan tumbuh tunas tersier dan bentuk tanaman rata. Kemudian dilakukan petikan biasa dimana giliran petik dilakukan antara 10-11 hari dan berlangsung sampai dilakukan pemangkasan berikutnya, yaitu 3 tahun.
3.      Petikan Gandesan
Tanaman yang terus menerus dipetik akan mengalami penurunan produksi. Sehingga untuk mempertahankannya perlu dilakukan pemangkasan. Sebelum dipangkas, perlu dilakukan pemetikan pucuk­pucuk yang masih ada. Pemetikan ini dilakukan smeinggu sebelum pemangkasan.

Berdasarkan rumus petiknya dibedakan menjadi tiga macam petikan yaitu:
1.      Petikan halus
a.       p+l m, artinya petikan yang terdiri dari kuncup peko ditambah satu helai daun muda di bawahnya
b.      b+lm, artinya petikan yang terdiri dari pucuk burung ditambah sau helai daun muda dibawahnya
2.      Petikan medium
a.       p+2m, artinya petikan yang terdiri dari kuncup peko ditambah dengan dua helai daun muda di bawahnya
b.      p+3m, artinya petikan yang terdiri dari kuncup peko ditambah dengan tiga helai daun muda di bawahnya
c.       b+2m, artinya petikan yang terdiri dari pucuk burung ditambah dua helai daun muda di bawahnya
d.      b+3m, artinya petikan yang terdiri dari pucuk burung ditambah tiga helai daun muda di bawahnya
3.      Petikan kasar
a.       p+3t, artinya petikan yang terdiri dari kuncup peko ditambah dengan tiga helai daun tua dibawahnya
b.      p+4t, artinya petikan yang terdiri dari kuncup peko ditambah dengan   empat helai daun tua dibawahnya
c.       b+3t, artinya petikan yang terdiri dari pucuk burung ditambah dengan tiga helai daun tua dibawahnya


 
















Gambar 4.1 Rumus petikan(a) p+lm, (b) b+lm, (c) p+2m, (d) p+3m, (e)
b+2m, (f) b+3m, (g) p+3t, (b) p+4t, dan (i) b+3t.


Untuk standar mutu teh di PPTK Gambung, rumus petikan yang digunakan adalah petikan halus dan petikan medium. Petikan halus dilakukan untuk menaga kualitas teh yang dihasilkan sedangkan pemetikan medium dilakukan untuk dapat memenuhi kuantitas pucuk segar yang akan diolah di pabrik dengan tetap mempertimbangkan kualitas teh yang dihasilkan.
Gilir petik merupakan selang waktu yang diperlukan bagi tunas baru untuk tumbuh kembali sampai siap untuk dipetik. Jadwal gilir petik di PPTK Gambung adalah setiap 14 hari. Selang waktu gilir petik ini ditentukan dari analisa petik yang dilakukan oleh mandor pemetikan. Jika dari hasil analisa pucuk menunjukkan prosentase jenis pekonya lebih dari 60% maka afdeling tersebut siap untuk dilakukan proses pemetikan. Lama singkatnya waktu gilir petik akan mempengaruhi hasil petikan, jika waktu gilir petik terlalu singkat maka pucuk yang dihasilkan sedikit. Namun jika terlalu lama pucuk akan menjadi tua dan tidak layak dipetik.
















BAB V
PROSES PENGOLAHAN PRODUK TEH HITAM


A.    Penyediaan Bahan Mentah
Bahan baku dari pabrik pengolahan teh hitam adalah pucuk teh yang segar hasil petikan di perkebunan. Pucuk teh yang umumnya terdiri atas tangkai dan daun muda merupakan bahan baku pengolahan teh yang harus disahakan dan dijaga agar bermutu baik. Mutu teh yang baik dapat ditandai dari kondisi fisik dan kandungan zat kimia pucuk teh.
Kandungan zat kimia pada pucuk teh yang harus dijaga adalah senyawa polifenol teh dan enzim polifenol oksidasi. Keduanya terletak terpisah saat sebelum dipetik sehingga tidak melakukan kontak secara langsung. Jika terjadi kontak antara keduanya maka akan terjadi proses polifenol oksidasi terlebih dahulu sebelum dilakukan penggilingan. Hal ini sangat tidak baik bagi mutu teh sehingga keadaan senyawa polifenol dan enzim polifenol oksidasi yang terpisah harus dipertahankari sampai pucuk daun teh diolah di pabrik.
Keadaan ini dapat dicapai dengan menyediakan pucuk daun teh yang utuh (tidak rusak), berwarna hijau dan segar hingga di pabrik. Daun yang utuh sesudah dilayukan akan mudah digiling clan berbentuk sesuai yang diharapkan. Sedangkan daun yang segar dan berwarna hijau menjamin tidak akan terjadi oksidasi polifenol yang dapat mempengaruhi mutu teh.
Pucuk daun teh yang sudah rusak sebelum tiba di pabrik akan menghasilkan teh dengan air seduhan gelap clan kekuatan rasa yang rendah bahkan terasa masam. Disamping itu teh akan berkenampakan flaky (tidak menggulung) clan kemerahan akibat pucuk teh yang sudah tua. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan bahan baku adalah pengangkutan, penanganan pucuk teh dan penimbangan serta analisa pucuk.
Bahan dasar pengolahan teh hitam diperoleh dari areal kebun PPTK Gambung yang meliputi 2 afdeling yaitu kebun Gambung Utara (GU) dan Gambung Selatan (GS). Selain dari 2 afdeling tersebut juga didapatkan bahan dasar dari kebun masyarakat sekitar tujuannya adalah untuk mencukupi kapasitas pengolahan teh yang ada di pabrik. Akan tetapi tidak sembarang bahan dqsar diterima oleh pabrik, ada beberapa kriteria yang perlu dipenuhi yaitu daun muda yang utuh, segar dan berwarna hijau muda. Hal ini dilakukan untuk menjaga mutu teh yang dihasilkan oleh PPTK Gambung sehingga dari kebun masyarakat juga perlu ditinjau clan diteliti lagi.

1.      Pengangkutan dan Penanganan Pucuk Teh
Pucuk daun teh yang telah dipetik kemudian dibawa ke tempat penampungan sementara untuk dilakukan penimbangan. Penimbangan dilakukan dengan mengikat waring yang berisi pucuk daun teh dengan timbangan yang telah disediakan. Waring merupakan wadah sementara pucuk teh yang berbentuk jaring jai7ng. Bentuk yang jaring-jaring ini ditujukan supaya udara dari luar dapat masuk sehingga sirkulasi udara di dalam tumpukan pucuk daun teh berjalan dengan baik.
Setelah ditimbang kemudian pucuk daun teh dibawa ke pabrik dengan menggunakan truk. Kapasitas truk untuk mengangkut berkisar 4 ton. Waktu pengangkutan yang dilakukan di PPTK Gambung adalah setiap pukul 10.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB. Pengangkutan pada waktu tersebut dimaksudkan untuk menghindarkan pucuk dari sinar matahari secara langsung sehingga pucuk teh tidak menguap.       .
Penanganan pucuk yang tepat pada proses pengangkutan berperan penting dalam menjaga mutu pucuk sampai tempat pengolahan. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengangkutan adalah:
a.       Daun tidak boleh diberi tekanan berat, tidak boleh terlalu padat dan tidak boleh diduduki, diinjak atau ditindih oleh alat berat.
b.      Daun yang diangkut harus dihindarkan dari penyinaran matahari secara  langsung, sehingga dibutuhkan truk yang tertutup.
c.       Daun tidak boleh ditumpuk terlalu lama karena akumulasi panas dari
reaksi respirasi akan membuat daun cepat layu, sehingga truk dan jalan yang tidak rusak mempengaruhi lama dan cepatnya pucuk sampai di tempat pengolahan.

2.      Penimbangan Pucuk Teh
Penimbangan pucuk di pabrik dilakukan untuk mengetahui ketepatan penimbangan di kebun dan mengetahui jumlah pucuk yang akan diisikan di withering through. Penimbangan dilakukan ketika pucuk daun teh segar sampai di pabrik dengan truk dan ditimbang saat itu juga saat pucuk teh masih berada di waring dan berada di dala,m truk. Setelah itu dilakukan pembongkaran terhadap muatan pucuk daun teh dan disalurkan ke proses pelayuan dengan menggunakan monorail conveyor untuk mempercepat penyaluran. Setelah truk kosong akan pucuk teh maka truk ditimbang lagi di tempat penimbangan. Selisih berat truk berisi pucuk dengan berat truk kosong itulah yang merupakan berat pucuk teh.

3. Pemeriksaan Pucuk Teh
Pucuk daun teh yang telah dibeberkan di atas withering trough selanjutnya dianalisis apakah sesuai dengan standar yang diinginkan atau tidak. Hal ini dilakukan untuk dapat menyatakan mutu pucuk teh yang akan diolah. Selain itu juga untuk mengetahui harga yang akan diberikan pabrik kepada pekerja pemetik teh tiap kilogram hasil petikan yang didapatkan.
Dasar analisis yang dilakukan adalah dengan melakukan pemisahan pucuk daun teh berdasarkan tingkat mudanya pucuk daun teh. Prosedurnya adalah sebagai berikut (Tim Penyusun, 2008):
1.      Cuplikan pucuk daun teh diambil sebanyak 200 gram secara acak
2.      Daun dan tangkai muda dipisahkan dari daun dan tangkai tua
3.      Ditimbang masing-masing kelompok muda dan tua
4.      Jika dalarn suatu rangkaian pucuk ada bagian yang muda dan adabagian yang tua, dipisahkan bagian muda, ke kelompok muda dan bagian tua ke kelompok tua. Jadi dalam analisis pucuk dimungkinkan untuk memotong sebuah rangkaian pucuk.
5.      Dihitung prosentasenya terhadap total berat 2 kelompok cuplikan tersebut
6.      Analisis pucuk dilakukan minimal 10 kali untuk I ton pucuk karena heterogennya pucuk daun teh.

B.     Proses Pengolahan Teh Hitam
Pucuk daun teh segar yang sudah didapatkan dari proses budidaya kemudian dilakukan proses pengolahan supaya mendapatkan bubuk teh hitam yang diinginkan. Pada PPTK Gambung proses pengolahan teh ortodoks rotorvane. Tahapan pada proses pengolahan ortodoks rotorvane adalah dimulai dengan proses pelayuan, penggulungan, penggilingan clan sortasi basah, oksidasi enzimatis, pengeringan, sortasi kering dan pengemasan.


 















Gambar 5.1 Diagram Alir Bahan Pengolahan Te Hitam Ortodoks

Proses pengolahan ini dilakukan dengan menggunakan alat dan mesin. Akan tetapi juga diperlukan tenaga manusia di dalamnya untuk mengangkut dari proses satu ke proses lainnya. Hal ini dilakukan karena antara mesin satu ke alat yang lainya tidak ada konveyor sehingga dibutuhkan tenaga manusia untuk mengangkut dan memasukkannya ke mesin yang digunakan. Selain itu tenaga manusia juga digunakan untuk mengoperasikan dan mengontrol mesin supaya mesin bekerja sesuai dengan yang diinginkan. Sehingga pada proses pengolahan teh hitam dibutuhkan orang yang paham mengenai prinsip kerja alat dan mesin tersebut serta mengetahui penanganan yang baik dan benar dan akhirnya dapat diperoleh bubuk teh hitam dengan kualitas yang baik.
1.      Pelayuan
Proses pelayuan merupakan tahap awal dalam pengolahan teh hitam dengan masukan bahan baku adalah pucuk daun teh segar. Tujuannya adalah menurunkan kadar air pada daun teh mencapai 40-50% dari kadar air awal, sehingga memudahkan proses selanjutnya yaitu penggulungan. Pada proses penggulungan dibutuhkan kadar air yang rendah supaya pada saat menggulungnya daun teh tidak patah sehingga dibutuhkan pucuk daun teh yang lemas dan layu. Lemas dan layunya daun diakibatkan oleh kadar air yang ada di permukaannya menguap sehingga tekanan turgor di dalam daun teh akan berkurang.
Pucuk daun teh yang sudah ditimbang sebelumnya kemudian dimasukkan ke dalam withering through dengan melepaskan waring dan menumpahkan semua pucuk daun tehnya, proses ini dinamakan pembeberan. Proses ini harus segera dilakukan agar panas dan air yang berada di permukaan segera hilang dan kerusakan pucuk akibat terperam dapat dihindari. Proses pembeberan ini dilakukan satu arah dimulai dari ujung through sampai menuju ke sumber aliran udara (fan). Hal ini dilakukan agar udara segar tertahan oleh pucuk yang telah dibeberkan di ujung withering trough.
Proses pelayuan dilakukan dengan mengher:nbuskan ~liran udara dingin atau panas sesuai kebutuhan dan cuaca saat itu. Udara yang baik untuk proses pelayuan adalah udara yang bersih dengan tingkat kelembaban rendah (60-75%). Saat kelembabannya tinggi maka dihembuskanlah udara panas untuk menurunkan kelembabannya sehingga proses penguapan kadar airnya akan aebih cepat dan mudah. Pemberian udara segar dilakukan sekitar 14-18 jam tergantung musim yang sedang terjadi dan tergantung banyaknya pucuk yang dilayukan, jika musim pernghujan dan pucuk yang datang banyak maka waktu pelayuan akan lebih lama lagi.
Aliran udara yang masuk, ke dalam lapisan pucuk daun teh, membuat tekanan uap pucuk daun teh tinggi sehingga uap air yang ada di dalam pucuk daun teh akan menguap. Penguapan ini dilakukan secara bertahap karena tebal hamparan pucuk daun teh yang tebal yaitu sekitar 30 cm, akan tetapi jika pucuk yang datang banyak maka dapat tebal hamparannya dapat lebih dari 30 cm. Sehingga pada pro§es ini diperlukan pembalikan 2-3 kali supaya udara yang diberikan merata ke seluruh bagian dengan interval pembalikan 4 jam.
Pembalikan pucuk daun teh pada withering trough dilakukan secara manual yaitu dengan memasukkan tangan kiri ke dalam tumpukan dan tangan kanan di atas tumpukan kemudian tumpukan pucuk daun teh dibalik. Pembalikan ini bertujuan untuk memindahkan posisi pucuk yang semula di atas kemudian dipindahkan ke bagian bawah sehingga pelayuan dapat berlangsung sempurna. Selain itu untuk memisahkan pucuk , yang masih lengket. Pembalikan ini biasanya dilakukan oleh 2 orang setiap withering through.
Pelayuan dihentikan jika, pucuknya lemas dan tidak mudah patah, jika digenggarn terasa lembut, aroma teh menjadi harum seperti aroma buah yang telah masak serta daun berwarna hijau kekuning-kuningan. Hal ini membuktikan bahwa pucuk daun teh siap ke proses selanjutnya yaitu digulung dan digiling. Biasanya proses pelayuan dilakukan selama 14-18 jam. Hal ini sudah diperhitungkan sesuai dengan kapasitas dari withering through yaitu 1200-1400 kg pucuk segar. Sehingga dengan kapasitas tersebut dan dengan volume udara yang dihembuskan ayaitu 0,5 - 0,6 m3/menit maka sudah diperkirakan bahwa proses pelayuan sudah menyeluruh ke semua bagian.
Pada proses pelayuan, selain perubahan fisik yang terjadi yaitu lemas dan tidak kakunya daun, juga terdapat perubahan kimia di dalamnya. Pada perubahan kimianya mempengaruhi komposisi senyawa kimia yang terkandung di dalamnya yang akan menentukan kualitas rasa clan aroma dari teh. Perubahan kimia selama pelayuan diantaranya (Tim Penyusun, 2008):
1.      Kenaikan aktivitas enzim
2.      Terurainya protein menjadi asam amino bebas seperti alanin, lucin, isoleucin, valin, clan lain-lain
3.      Kenaikan kandungan kafein
4.      Kenaikan kadar karbohidrat yang dapat larut
5.      Terbentukny asam organik dari unsur-unsur C, H, dan 0 6) Pembongkaran sebagian klorofil menjadi foforbid
6.      Perubahan kimia selama pelayuan yang nyata nampak adalah timbulnya bau buah-buahan, serta bau bunga-bungaan.

Untuk mengetahui proses pelayuan sudah memenuhi syarat atau belum maka dapat diukur dengan mengetahui tingkat layu yang dinyatakan dalam prosentase layu dan derajat layu. Presentase layu adalah angka presentase berat pucuk layu terhadap pucuk segar. Presentase layu menggambarkan penurunan pucuk layu akibat hilangnya air pada permukaan dan di dalam pucuk, sehingga presentase layu sangat dipengaruhi adanya air pada permukaan pucuk.

Sedangkan derajat layu adalah angka presentase berat teh kering asal mesin pengering terhadap pucuk layu. Derajat layu dapat mencerminkan kandungan air dalam pucuk )ayu, yang merupakan banyaknya air yang hilang dalam proses pelayuan. Atau dengan kata lain berat pucuk layu dikurangi berat teh kering asal mesin pengering dengan mengabaikan kadar air dalam teh kering yaitu sekitar 3%. Dengan demikian tingkat layu dalam bentuk derajat layu merupakan pedoman untuk menentukan program giling pengolahan teh hitam.


Selama proses pelayuan, terdapat hal-hal yang mempengaruhi proses pelayuan, yaitu:
1.      Kondisi Pucuk The
Pucuk dapat berupa pucuk kasar, halus, tua, dan muda. Ditinjau dari keadaan airnya terdapat pucuk kering dan pucuk basah. Pucuk teh yang muda dan halus, layunya lebih cepat daripada pucuk kasar, sedangkan pucuk teh yang kering layunya lebih cepat daripada pucuk teh basah.
2.      Suhu dan Kelembaban Udara
Suhu pelayuan dianjurkan tidak melebihi 28 °C karena pada suhu diatas 28 °C, bagian protein dari enzim mulai terdenaturasi sehingga enzim menjadi inaktif dan hal ini dapat menghambat reaksi oksidasi enzimatis pada tahap pengolahan berikutnya atau bahkan dapat menyebabkan tidak terjadinya reaksi oksidasi enzimatis tersebut. Tidak terjadinya atau terhambatnya reaksi oksidasi enzimatis akan menyebabkan sifat-sifat khas (wama, rasa, dan flavor) teh hitam yang diinginkan tidak terbentuk (Arifin, 1994).

3.      Waktu Pelayuan
Pelayuan yang terlalu cepat akan menghasilkan teh yang berbau harum tetapi sifat-sifat lainnya 'kurang. Sedangkan pelayuan yang lama akan menghasilkan teh dengan air seduhan berwarna gelap, rasa sepat, dan bau tidak enak.
4.      Tebal Hamparan
Tebal hamparan pucuk di palung pelayuan di PPK Gambung sekitar 30-40 cm. Hamparan pucuk teh tidak boleh terlalu tebal karena dapat menyebabkan panas udara tidak merata sehingga pelayuan menjadi lebih lama.

Pada kerja praktek yang dilakukan di PPTK Gambung unit produksi pada proses pelayuan, kami mengamati perubahan massa pucuk dari awal mulai pelayuan hingga pelayuan berakhir. Pengukuran dilakukan
tiap 2 jam sekali. Selain mengukur massa, juga melakukan pengukuran suhu pucuk dan kelembabannya pada tiga titik di dalam withering hrough yaitu pinggir jauh dari blower, tengah dan paling pojok dekat dari blower.
Pengukuran dilakukan dengan meletakkan keranjang berbentuk balok dengan ukuran panjang 70 cm, lebar 45 cm dan tinggi 50 cm yang di dalamnya dimasukkan pucuk daun teh. Kemudian ditempatkan di pinggir, tengah dan pojok withering through. Hasil pemantauan penurunan massa selama pelayuan dapat dilihat di tabel 5.1. Sedangkan kadar air selama proses pelayuan dapat dilihat pada tabel 5.2.







Tabel 5.1. Data Penurunan Berat Pada Proses Pelayanan

NO
Waktu (menit)
Penurunan Berat (kg
Pinggir
Tengah
Pojok
1
0
3
3
3
2
120
26
244
273
3
240
242
213
2325
4
360
234
204
214
5
480
219
187
196
6
600
202
169
185
7
720
194
166
172
8
840
191
161
164
9
960
178
159
16

Tabel 5.2 Data Perubahan Kadar Air Pada Proses Pelayuan

No
Waktu (Menit
Pinggir
Tengah
Pojok
Suhu (oC)
RH
Kadar Air (%)
Suhu (oC)
RH
Kadar Air (%)
Suhu (oC)
RH
Kadar Air (%)
1
0
24.28
86.93
76.397
24.04
88.94
78.92
23.83
88.83
78.02
2
120
24.22
86.82
72.766
23.98
85.82
74.08
25.57
79.95
75.85
3
240
21.95
9.96
70.74
25.59
79.26
70.31
24.7
81.46
71.64
4










5










6










7










8










9











2.      Penggulungan, Penggilingan, Sortasi Basah
a.      Penggulungan
Proses selanjutnya setelah pelayuan adalah penggulungan yang merupakan tahap awal pucuk layu diberi perlakuan menggunakan mesin. Pucuk daun teh dari proses pelayuan kdmudian dimasukkan ke dalam alat penggulung dengan memasukkan pucuk daun teh ke dalam keranjang yang sudah disediakan. Kemudian di tempatkan pada conveyor yang kemudian dibawa ke proses penggulungan.
Penggulungan merupakan proses perusakan struktur sel daun secara mekanik dengan cara melintirkan pucuk layu daun. Proses penggulungan ini dilakukan supaya cairan sel dari dinding daun teh keluar ke permukaan dan terjadi kontak langsung dengan udara sehingga proses oksidasi enzimatis dapat terjadi. Pada tahapan ini proses oksidasi enzimatis mulai terjadi.
Fenggulungan akan mengubah pola proses biokimia pada daun teh hidup. Fase ini merupakan usaha menciptakan kondisi fisik terbaik untuk bertemunya enzim oksidasi dan polifenolnya. Perubahan kimia yang terjadi selama penggulungan merupakan awal dari peristiwa oksidasi, yang memungkinkan terbentuknya warna coklat serta bau spesifik (Tim Penyusun, 2008).       ,'
Secara fisik, daun yang telah menggulung akan memudahkan proses penggilingan. Alat yang digunakan dalam proses penggulungan adalah Open Top Roller (OTR). Pada pabrik PPTK Gambung OTR yang digunakan berjumlah 2 buah dengan kapasitas OTR adalah 300 kg clan lamanya proses penggulungan adalah 30 menit. Sehingga untuk proses penggulungan pucuk layu dari 1 withering through dibutuhkan 2 kali . penggulungan tiap I buah OTR. Dengan demikian dapat diperkirakan untuk penggulimgan pucuk layu dai I withering through dibutuhkan waktu 2 jam.       

b.      Penggilingan
Setelah.pucuk daun teh digulung selanjutnya dimasukkan ke proses penggilingan dengan cara mematikan mesin penggulung terlebih dahulu. Setelah itu pucuk daun teh yang ada di mesin penggulung diserok kemudian dipindahkan ke dalam baki besar yang dapat didorong ataupun ditarik. Kemudian pucuk daun teh dimasukkan ke dalam mesin penggiling sedikit demi sedikit. Proses pemindahan pucuk daun teh ini dilakukan secara manual menggunakan tenaga manusia.
Penggilingan merupakan proses perusakan daun teh dengan cara merobek dan memotong-motong ukuran teh menjadi lebih kecil partikelnya. Hasil dari proses ini adalah partikel daun teh menjadi lebih kecil dan dapat dikatakan menjadi bubuk. Secara umum proses ini bertujuan (Tim Penyusun, 2008):
1)        Mengecilkan gulungan menjadi partikel sesuai yang dikehendaki Pasar
2)        Memotong hasil penggulungan menjadi ukuran lebih pendek
3)        Menggerus pucuk agar cairan sel keluar semaksimal mungkin dan membentuk hasil keringan lebih keriting .
4)        Untuk memperoleh bubuk basah sebanyak-banyaknya

Perusakan struktur sel terjadi karena menggelintingnya daun (rolling, twiting) yang disebabkan gesekan sesama daun akibat gerakan sirkular yang kuat dari masa pucuk di dalam mesin giling. Selanjutnya gesekan tersebut menyebabkan terpotongnya daun yang sudah mengelinting dan menghasilkan bubuk dalam berbagai bentuk dan
ukuran. Proses terjadinya bubuk tergantung pada homogenitas layuan. Derajat layu yang terlalu ringan atau yang terlalu berat dapat menyebabkan daun lebih mudah terpotong,' hingga menyebabkan perusakan dini struktur sel daun sebelum terjadinya pengelintingan (Soeria Danoe Ningrat, 2006).
Pada proses penggilingan alat yang digunakan adalah Rotorvane yang di dalamnya terdapat ulir dan pisau pemotong yang dapat merobek dan memotong pucuk daun teh. Sistem penggilingan yang digunakan di PPTK Gambung adalah ortodoks rotorvane dengan siklus giling Open Top Roller 4 Rotorvane 14Rotorvane 114 Press Cup Roller. Hal ini dilakukan karena permintaan pasar yang menginginkan ukuran partikel yang lebih kecil sehingga pada Rotorvane (RV) lebih banyak terjadi yaitu sebanyak 2 kali clan untuk menghasilkan bubuk I clan 2, lalu dilanjutkan dengan PCR untuk menghasilkan bubuk 3 dan badag.                                      '


c.       Sortasi Basah
Proses ini merupakan proses dimana bubuk dipisahkan sesuai ukuran yang diinginkan. Proses ini dinamakan sortasi bubuk basah karena yang disortasi adalah bubuk basah yang masih belum mengalami proses pengeringan dan kadar air yang terkandung masih banyak atau basah. Tujuan sortasi bubuk basah adalah (Tim Penyusun, 2008):
1.      Memperoleh bubuk yang seragam
2.      Memudahkan pekerjaan sortasi kering
3.      Memudahkan dalam pengaturan pengeringan
Alat yang digunakan pada proses sortasi basah adalah Roll Breaker Shifier (RBS) yang dapat memisahkan bubuk teh yang telah digiling sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Bubuk teh yang lolos pada ayakan pertama maka disebut dengan bubuk 1. Sedangkan bubuk yang tidak lolos pada ayakan pertama kemudian dilanjutkan ke bagian
RV II (Rotor Vane II) untuk digiling supaya lebih halus lagi. Setelah itu diayak lagi menggunakan RRBS sehingga hasil ayakannya dinamakan sebagai bubuk 2. Sedangkan bubuk yang tidak lolos akan dilanjutkan ke penggilingan dengan menggunakan alat PCR (Press Cup Roller). 
Prinsip kerja PCR adalah menekan sekaligus menggiling bubuk dengan pisau yang lebih tajam daripada pisau pada OTR sehingga ukurannya lebih kecil dari sebelumnya. Selanjutnya dimasukkan ke Rotary Ball Breaker dan diayak. Bubuk yang lolos maka dinamai bubuk 3 sedangkan bubuk yang tidak lolos dinamakan badag. Pada ketiga bubuk ini terlebih dahulu diletakkan pada ruangan oksidasi enzimatis sebelum dimasukkan ke dalam mesin pengering. Sedangkan path badag langsung dimasukkan ke dalam mesin pengering karena badag sudah terlalu lama di mesin penggiling sehingga proses oksictasi enzimatis juga sudah terjadi di dalamnya:
3.      Oksidasi Enzimatis
Oksidasi enzimatis merupakan proses perubahan kimia yang disebabkan oleh bertemunya oksigen dengan enzim polifenol yang ada di dalam bubuk teh. Hal ini dapat ditandai dengan perubahan warna yang terjadi pada bubuk teh dari warna hijau menjadi kuning kecoklatan. Oksidasi enzimatis terjadi dimulai setelah proses pelayuan hingga sebelum proses pengeringan. Tujuan dari reaksi oksidasi enzimatis adalah untuk membuat rasa teh menjadi lebih segar, berkarakter/ bercitarasa tinggi dan beraroma.
Reaksi oksidasi enzimatis terjadi saat dilakukan tindakan perusakan struktur sel daun teh yaitu proses penggilingan. Suhu dan kelembaban ruang giling harus diatur agar proses oksidasi -enzimatis dapat berjalan dengan baik. Kelembaban ruangan yang baik untuk proses oksidasi enzimatis diusahakan lebih dari 90%, diatur dengan pengabutan air oleh humidifier. Sedangkan suhu optimum bubuk adalah 26,7°C, kenaikan suhu yang cukup tinggi harus segera diturunkan karena dapat mengganggu proses oksidasi enzimatis. Bubuk yang baru keluar dari proses pengilingan secepatnya diurai dan dihancurkan gumpalan yang ada dengan alat pemecah gumpalan yaitu Roll Breaker Shifter.
Bubuk teh basah hasil sortasi kemudian dimasukkan ke dalam baki dengan tebal hamparan bubuk teh 6 cm. Baki kemudian disusun pada rak atau trolly yang mempunyai kapasitas 10 baki. Kemudian tiap rak diberi label untuk setiap bubuk. Tujuannya adalah untuk membedakan bubuk yang akan di masukkan ke proses selanjutnya yaitu pengeringan. Lama waktu oksidasi enzimatis adalah 90-110 menit (terhitung sejak pucuk masuk ke dalam OTR) karena proses oksidasi enzimatis mulai terjadi saat dilakukan tindakan perusakan struktur sel. Sehingga untuk bubuk biasanya ditempatkan di bawah humidifier selama 40-60 menit. Akan tetapi dapat lebih dari waktu tersebut tergantung perubahan warna clan aroma yang terjadi pada bubuk tersebut.
Pada ruangan penggilingan, penggulungan dan sortasi basah terdapat I buah humidifier yang diletakkan di sudut ruangan dan digunakan untuk menciptakan kabut untuk proses oksidasi enzimatis. Pada pabrik PPTK Gambung, tidak ada ruangan untuk oksidasi enzimatis secara khusus, sehingga untuk bubuk 1,2, dan 3 langsung diletakkan di bawah humidifier. Prinsip kerjanya adalah air dari sumber dialiTkan melalui pipa ke dalam humidifier kemudian diberi tekanan sehingga menjadi kabut. Kabut yang telah terbentuk- kemudian di salurkan ke dalam ruangan dengan kipas. Sehingga udara yang dibutuhkan dapat tersalurkan ke bubuk yang diletakkan di atas baki. Saat bubuk sudah dirasa cukup proses oksidasi enzimatisnya yaitu dari wama yang berubah maka dilanjutkan ke proses pengeringan.

4.      Pengeringan
Pengeringan adalah proses pengurangan kadar air dalam suatu bahan sampai kadar air tertentu untuk memperpanjang umur simpan. Tujuan dari pengeringan teh adalah untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis sehingga dapat mempertahankan sifat-sifat khas yang terbentuk selama prose oksidasi enzimatis. Selain itu proses pengeringan dilakukan untuk menurunkan kadar air dalam teh hingga mencapai kadar air standar yaitu sekitar 2,5 - 3 %, dengan kadar air tersebut teh mempunyai daya simpan yang lama. Proses pengeringan pada teh mempuyai fungsi memperlama umur simpan selain itu dalam kondisi lebih kering teh lebih mudah diangkut dan didistribusikan. .'
Dalarn proses pengeringan dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah kadar air bubuk teh basah sebelum masuk mesin pengering, suhu udara masuk dan keluar, tebal hamparan teh yang akan dikeringkan dan waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan. Kadar air bubuk teh basah akan mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengering. Semakin tinggi kadar air teh basah yang akan dikeringkan maka akan semakin banyak kandungan air yang harus diuapkan. Bila teh yang keluar dari mesin pengering kandungan kadar airnya belum mencapai kadar air yang ditetapkan untuk standar teh kering maka perlu dilakukan pengering ulang. Jadi kondisi teh basah juga akan berpengaruh terhadap konsumsi energi yang dibutuhkan.
Suhu inlet dan outlet pada mesin pengering juga berpengaruh terhadap kualitas dari bubuk teh yang dikeringkan. Jika suhu outlet terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya case hardening, yaitu kondisi bagian luar partikel teh telah kering sedangkan didalamnya masih basah. Keadaan ini dapat menyebabkan proses oksidasi enzimatis lanjut sehingga mempengaruhi mutu teh yang dihasilkan. Sedangkan jika suhu inlet terlalu tinggi maka dapat mengakibatkan bakey atau gosong pada bubuk teh yang dihasilkan. Suhu masuk (inlet) dari mesin pengering optimalnya adalah 90-95°C dan suhu keluar (outlet) adalah 45-50°C.

Beberapa masalah yang terjadi pada proses pengeringan:
1.      Case Hardening, yaitu bagian luar partikel teh telah kering tetapi bagian dalamnya masih basah. Teh akan terasa soft dan cepat berjamur.
2.      Bakey, burnt, over fired (terbakar, gosong) disebabkan suhu inlet yang terlalu tinggi.
3.      Smokey (bau asap), disebabkan adanya keb9coran pada bagian alat pemanas.
4.      Banyaknya fall trough, yaitu banyaknya teh yang jatuh ke bawah didalam mesin pengering. Hal ini disebabkan lubang trays yang terlalu besar atau lempengan trays yang bengkok.
5.      Banyaknya blow out, yaitu banyaknya teh yang jatuh di lantai di luar mesin pengering. Hal ini disebabkan terlalu besarnya volume udara.

Tebal hamparan teh akan berpengaruh terhadap hasil pengeringan. Tebal bubuk teh yang akan dikeringkan harus seragam agar keringnya dapat merata. Jika hamparan terlalu tebal maka akan berakibat pengeringan tidak dapat merata sedangkan jika terlalu tipis maka bubuk teh yang dikeringkan akan hangus atau terlalu kering. Waktu pengeringan berhubungan dengan kondisi suhu pada ruang pengering. Jika suhu tinggi maka waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan bubuk lebih cepat bila dibandingkan dengan suhu inlet yang rendah.

Mesin pengeringan teh yang dipakai di PPTK Gambung ada 2 macam yaitu ECP (Endless Chain Pressure) dan FBD (Fluid Bed Driyer).
a.       ECP (Endless Chain Pressure)
Mesin pengering ECP yang digunakan di PPTK Gambung ada 2 jenis yaitu 2 chains (TSD) dan 3 chains. Kapasitas dari ECP adalah 150 - 200 kg/jam. Jika kapasitas teh yang akan dikeringkan banyak maka 2 mesin ini digunakan; akan tetapi yang lebih sering digunakan adalah ECP 3 chain, mesin ini menghasilkan suhu inlet diatas 100 yaitu sekitar 130 °C. Teh hasil oksidasi enzimatis yang dikeringkan dengan jenis mesin ini adalah badag, tetapi ECP 3 chain dapat
digunakan untuk mengeringkan bubuk juga karena suhu inletnya, cukup tinggi sehingga jika digunakan untuk mengeringkan bubuk tidak akan mengakibatkan browning.
Mesin pengering ECP 2 chain di PPTK digunakan untuk mengeringkan badag, suhu inlet yang dapat dicapai adalah sekitar 90°C. Yang membedakan mesin pengering ECP dengan FBD adalah bubuk teh yang akan dikeringkan dalam kondisi diam dibawa oleh trays. Sedangkan lama pengeringan dengan ECP biasanya adalah 20­25 menit.
b.      FBD (Fluid Bed Drier)
Mesin pengering FBD digunakan hanya untuk mengeringkan bubuk, karena prinsip kerjanya yang memerlukan udara bertekanan tinggi sehingga mengakibatkan partikel teh bergerak dan terbang di tengah ruang pengering. Udara panas yang dihembuskan ke dalam bed digunakan untuk mengeringkan bubuk teh dan digunakan untuk mengalirkan atau menggerakkan bahan dari awal pemasukan hingga pintu keluaran. Sistem kerja dari mesin ini berkesinambungan sehingga tiap jenis bubuk tidak dapat dipisah berbeda dengan ECP karena sistem kerjanya tidak berkesinambungan maka jenis bubuk yang dikeringkan dapat dipisah-pisah.
Untuk mengalirkan udara panas pada proses pengering digunakan Heat Exchanger. Panas yang dihasilkan berasal dari tungku pemanas dengan bahan bakar kayu bakar. Jenis jenis kayu yang digunakan sebagai bahan bakar adalah kayu teh, akar kina dan silver oak. Kadar air dalam kayu akan. berpengaruh terhadap panas yang dihasilkan untuk proses pengeringan, jika kadar air dalam kayu terlalu tinggi maka akan berakibat rendahnya efisiensi energi. Hal ini terjadi karena dalam kondisi basah kayu yang dibakar akan menghasilkan panas yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan kayuyang kering maka kansumsi eneginya lebih besar untuk pembakaran sehingga dibutuhkan lebih banyak kayu bakar untuk mencapai panas yang diinginkan. Selain itu kondisi kayu yang terlalu basah dapat berakibat smokey (bau asap) pada teh hal ini dapat menurunkan kualitas dari mutu teh yang telah kering.

5.      Sortasi Bubuk Kering
Dalam pengolahan teh hitam sortasi merupakan hal yang penting untuk dilakukan karena pada saat keluar dari mesin pengering teh hitam hasil pengeringan masih heterogen. Sortasi kering merupakan tahap pengolahan terakhir yang dapat menentukan jenis - jenis tiap bubuk yang akan dikemas. Menurut Arifin (1994), sortasi kering bertujuan untuk mendapatkan ukuran dan warna partikel teh yang seragam sesuai dengan standar yang diinginkan oleh konsumen, meliputi:

1)      Memisahkan teh kering menjadi beberapa grade yang sesuai dengan standar perdagangan teh.
2)      Membersihkan teh kering dari partikel-partikel lainnya seperti serat, tangkai, batu, partikel kayu dan sebagainya.
3)      Menyeragamkan bentuk, ukuran, dan warna pada masing-masing grade.
Berdasarkan bentuk dan ukurann partikelnya, teh Orthodox Rotorvane dibedakan menjadi teh daun (leafy grades), teh bubuk (broken grades) dan teh halus (small grades).
1.      Teh daun, mengandung potongan daun yang lebih besar dan lebih panjang dari jenis teh bubuk (brokens) yang dalam proses sortasinya tertahan ayakan 8 mesh, yaitu jenis jenis mutu:
a.       OP (Orange Pekoe)
Partikelnya panjang terpilin
b.      OP sup (Orange Pekoe Superior)
Partikelnya panjang terpilin, sebagian besar berupa tip panjang
c.       FOP (Flowery Orange Pekoe)
Partikelnya agak panjang, kurang terpilin, lebih keriting dan banyak mengandung tip
d.      (Souchon)
Partikelnya tergulung, berbentuk butiran agak besar
e.       BS (Broken Souchon)
Partikelnya tergulung, berbentuk butiran,, tetapi agak besar dan agak terbuka
f.       BOP Sup (Broken Orange Pekoe Superior)
Partikelnya sebgian besar terpilin dan banyak sekali mengandung tip panjang
g.      BOP Grof (Broken Orange Pekoe Groj) Partikelnya sebagian tergulung
h.      BOP Sp (Broken Orange Pekoe special)\
Partikelnya sebagian besar terpilin, banyak mengandung tip pendek
i.        LM (Leafy Mixed)
Teh daun yang ukurannya dan bentuknya tidak beraturan


2.      Teh bubuk (broken grades), jenis teh yang dalam proses sortasinya lolos (dapat melewati) ayakan 8 mesh dan tertahan oleh ayakan 16 mesh, yaitu jenis-jenis mutu:
a.       BOP I/ BOP (Broken Orange Pekoe 1/ Broken Orange Pekoe) .
Partikelnya pendek, agak kecil, hitam, terpilin, agak keriting, terutama berasal dari daun muda, mengandung sedikit tulang daun yang terpilin, sedikit tip atau tanpa tip.
b.      BP II (Broken Pekoe 11)
Partikelnya pendek, lurus, lebih banyak mengandung tangkai dan tulang daun terkelupas, becwarna kehitaman kemerahan
c.       F BOP (Flowery Broken Orange Pekoe) .
Partikelnya pendek, agak kecil, hitam, terpilin, lebih keriting dan lebih banyak mengandung tip panjang
d.      BT (Broken Tea)
Partikelnya agak pipih dan tidak terpilin baik, beiwarna kehitaman
e.       BT II (Broken Tea 11)
Partikelnya agak pipih dan tidak terpilin baik, banyak mengandung serat dan berwarna merah
f.       BOPF (Broken Orange Pekoe Fanning)
Partikelnya pendek, lebih kecil, hitam, terpilin, agak keriting
g.      BOPF Sup (Broken Orange Pekoe Fanning Superior)
Partikelnya pendek, agak kecil, hitam, terpilin, agak keriting, mangandung banyak tip
h.      BM (Broken Mixed)
Campurannya dari dua atau lebih jenis mutu pada teh bubuk (broken grades)

3.      Teh halus (Small grades), jenis yang dalam sortasinya lolos dari ayakan 16 mesh, yaitu jenis jenis mutu:
a.       TPF (Tippy Pekoe Fanning)
Partikelnya pendek, hitam, terpilin, agak keriting tetapi banyak mengandung tip
b.      PF (Pekoe Fanning) Partikelnya pendek, agak kecil, hitam, terpilin, agak keriting tetapi berukuran lebih besar dari fanning
c.       F (Fanning) Partikelnya pendek, hitam, berukuran kecil dan pipih
d.      PF II (Pekoe Fanning 11)
Partikelnya pendek, agak kecil, hitam, terpilin, agak keriting, tetapi lebih banyak mengandung serat
e.       F II (Fanning 11)
Partikelnya berukuran pendek dan kecil, merah, dan banyak mengandung serat
f.       Dust I ,
Partikelnya berukuran kecil, "Grinny" dan berwarna hitam
g.      Dust II .
Fartikelnya berukuran sangat kecil, banyak mengandung serat dan berwarna merah

Proses sortasi merupakan proses yang cukup rumit karena melibatkan beberapa tahap dan mesin yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Tahapan sortasi kering di PPTK Gambung adalah sebagai berikut:
1.      Sortasi dimulai dari bubuk teh kering yang dihasilkan dari mesin pengering kemudian ditimbang dan diangkut ke bubble tray melalui conveyor. Bubble tray memiliki dua buah ayakan yang tersusun bertingkat dimana ayakan atas berukuran 5 mesh dan ayakan bawah berukuran 6 mesh.
2.      Bubuk teh yang lolos ayakan 5 mesh akan kembali ke bubble tray, sedangkan yang lolos pada ayakan 5 mesh tetapi tertahan pada ayakan 6 mesh akan diteruskan ke mesin vibrex 6 sebanyak 2 kali. Vibrex 6 berfungsi untuk memisahkan bubuk teh dari tulang dan serat daun teh. Cara kerjanya yaitu pada roll yang berputar dilengkapi pemanas atau lampu listrik sehingga menghasilkan gaya magnet yang akan mengangkat serat yang berat jenisnya lebih ringan. Akibatnya bubuk teh akan terpisah dengan seratnya. Getaran ayakan pada vibrex 6 menyebabkan pemisahan teh berdasarkan ukuran partikelnya. Partikel teh kering yang tidak lolos dari ayakan vibrex akan diteruskan ke rotary shifter.
3.      Pada rotary shifter terdapat lima tingkat ayakan, dari atas ke bawah yaitu mesh 8, 10, 14,16 16 dan 24. Mekanisme kerjanya buble tray hanya saja pada alat ini terdapat 5 ayakan sehingga bentuk dan ukuran partikelnya lebih banyak dan bermacam-macam. Teh kering yang tertahan pada ayakan 8 dan 10 mesh dinamakan BOP groof, sedangkan yang lolos pada aakan mesh 10 tetapi tertahan mesh 14 dinamakan BOP. Bubuk yang lolos mesh 14 dan tertahan mesh 16 dinamakan BOPF dan teh kering yang lolos mesh 16 dan tertahan mesh 24 dinamakan PF sedangkan yang lolos mesh 24 dinamakan Dust. Pada conveyor yang menuju rotary shifter juga dilengkapi dengan magnet yang berfungsi menarik benda asing serta serat pada bubuk teh.
4.      Untuk bahan BOP groof jika partikelnya sudah sama dengan BOP maka dapat dicampur dengan BOP tertapi jika partikelnya lebih besar maka dimasukkan ke crusher.
5.      Bubuk BOP yang dihasilkan dimasukkan ke winnower yag memiliki 5 buah corong pengeluaran. Untuk corong nomor 1, 2 dan 3 didapatkan bubuk BOP, sedangakan untuk corong 4 dan 5 didapatkan bahan BT I yang dapat langsung ditimbang.
6.      Kemudian BOP masuk ke vibrex 4 dan diperoleh bahan yang lolos ayakan yaitu BOP sedangkan yang tertahan dimesh 16 dan 24 disebut BOPF.
7.      Bahan BOPF kemudian masuk ke winnower dan pada corong pengeluaran 1, 2 dan 3 disebut BOPF sedangkan corong 4 dan 5 disebut BT I dan dapat langsung ditimbang. Kemudian BOPF masuk ke vibrex 4 dan diperoleh bahan yang lolos ayakan yaitu BOPF sedangkan yang tertahan dimesh 16 dan 24 disebut PF I.
8.      Untuk sortasi badag diawali dengan memasukkan bubuk teh kedalam crusher dan dinjutkan ke bubble tray yang memiliki ukuran 4 dan 5 mesh.
9.      Teh yang tidak lolos ayakan 4 mesh masuk ke rotary shifter II, yang mempunyai tingkat ayakan dari atas ke bawah yaitu 8, 10, 14, 16 dan 24 mesh. Teh yang tertahan dari ayakan 8 dan 10 mesh disebut BP I dan BP II sedangkan yang loloS ayakan mesh 10 tetapi tertahan pada mesh 14 disebut BP I. Bubuk, teh yang lolos dari ayakan mesh 14 dan tertahan mesh 16 disebut BT 11. Sedangkan bubuk teh yang lolos ayakan mesh 16 dan dan tertahan pada mesh 24 disebut PF II dan yang lolos dari mesh 24 disebut Dust II.
10.  Untuk bahan BP I dan 5P II masuk ke cutter terlebih dahulu kemudian menuju ke winnower sedangkan untuk BT II, PF II dan Dust II masuk ke vibrex 4.
a.       Bahan BT II masuk ke vibrex 4, yang tidak lolos ayakan disebut BT II dan tertahan dimesh 16 dan 24 disebut PF II
b.      Bahan PF 11 masuk ke vibrex 4 yang tidak lolos ayakan disebut PF II dan yang tertahan disebut Dust II.
c.       Dust II masuk ke vibrex 4, yang tidak lobs ayakan disebut Dust 11 dan tertahan diayakan disebut Dust I11
d.      Untuk bubuk bdag pada bubble tray yang tidak tertahan pada mesh 5 masuk ke crusher lagi kemudian baru masuk ke winnower dan akan diperoleh bahan pada corong 1 dan 2 yang dinamakan BTL sedangkan pada corong 4 dan 5 disebut BBL.
e.       Bubuk BTL yang dihasilkan •dari winnower kemudian masuk ke rotary shifter, bubuk yang tertahan mesh 8 dan 10 disebut BTL dan bubuk ini dapat langsung ditimbang. Sedangkan bubuk yang lolos mesh 10 tetapi tertahan dimesh 14 disebut' BP II. Bubuk yang lolos mesh 14 dan tertahan dimesh 16 disebut BM. Bubuk yang lolos mesh 16 dan tertahan dimesh 24 disebut PF III dan yang lolos dimesh 24 disebut Dust III.
f.       Dari BP II, BM, PF II dan Dust III akan masuk ke vibrex 4 yang merupakan penyelesaian dari sortasi kering.
g.      Jika pada vibrex 4 yang masuk BP untuk bubuk yang tidak lolos pada ayakan vibrex 4 disebut BP 11 sedangkan bubuk yang tertahan pada mesh 16 dan 24 disebut BM
h.      Jika pada vibrex 4 yang masuk BM, untuk bubuk yang tidak lolos pada ayakan vibrex 4 disebut BM sedangkan bubuk yang tertahan pada mesh 16 dan 24 disebut PF III
i.        Jika pada vibrex 4 yang masuk PF III, untuk bubuk yang tidak lolos pada ayakan vibrex 4 disebut PF III sedangkan bubuk yang tertahan pada mesh 16 dan 24 disebut Dust III
j.        Jika pada vibrex 4 yang masuk Dust III, untuk bubuk yang tidak lolos pada ayakan vibrex 4 disebut Dust III sedangkan bubuk yang tertahan pada mesh 16 dan 24 disebut Dust III
k.      Jika pada vibrex 4 yang masuk BBL, untuk bubuk yang tertahan pada mesh 8, 10 dan 14 disebut BBL dan dapat langsung ditimbang. Untuk bubuk ang lolos pada mesh 14 dan tertahan pada mesh 16 disebut PF III. Bubuk yang lolos mesh 16 dan tertahan dan lolos pada mesh 24 disebut Dust III

Dalam melakukan proses sortasi kering, diperlukan mesin-mesin sortasi yang memadai. Mesin-mesin yang umumnya digunakan adalah:
1)             Pemisahan menurut bentuk dan jenisnya : rotary shifte°r
2)             Pemisahan menurut beratnya dan sebagian menurut bentuknya: winnower
3)             Pemisahan dengan cara mengerus maupun memotong: tea crusher
4)             Untuk memisahkan atau membersihkan tulang dan serat: vibrex, buble tray
5)             Penyimpanan teh jadi : tea bin / peti miring 6) Pencampuran : tea bulker

Tata letak ruangan sortasi kering bersebelahan dengan pengeringan, hal ini dilakukan supaya bubuk teh dapat langsung disortasi sehingga dapat meminimalkan kenaikan kadar air pada bubuk teh. Karena bubuk teh bersifat higroskopis, artinya dapat menyerap air di lingkungan kembali walaupun telah dikeringkan pada batas tertentu. Sortasi ini merupakan salah satu awal penanganan proses penyimpanan supaya bubuk dapat tahan lama dan awet. Sehingga pada proses ini dibutuhkan kelembaban ruangan yang rendah. Selain kelembaban udara yang harus diperhatikan, pada ruangan sortasi dibutuhkan kebersihan yang tinggi yaitu bersih dari debu dan kotoran asing. Supaya bubuk tidak tercampur dengan debu yang ada di lingkungan maka dibutuhkan exhaust fan yang terpasang di dinding. Alat ini menghisap debu dan kotoran asing yang ada di ruangan kemudian debu, dan kotoran asing' dibuang ke luar ruangan, sehingga bubuk teh tetap terjaga sampai proses pengemasan.

6.      Pengemasan
Setelah melalui proses sortasi, bubuk teh selanjutnya dimasukkan ke dalam tea bin. Tea bin atau peti miring adalah tempat penampungan sementara sesuai dengan grade yang sudah ditetapkan. Tujuannya adalah untuk menunggu proses pencampuran dan mencegah kenaikan kadar air sebelum dilakukan pengemasan. Selanjutnya jika akan dilakukan pengiriman maka bubuk teh kemudian dimasukkan ke dalam tea bulker. Tea bulker merupakan tempat untuk mencampur bubuk teh sebelum dilakukan pengemasan supaya didapatkan teh hitam yang merata dengan baik.
Selanjutnya dilakukan proses pengemasan menggunakan tea packer. Pengemasan merupakan cara untuk menjaga kualitas produk yang rentan terhadap perubahan lingkungan. Pada teh hitam, sangat rentan mengalami kenaikan kadar air karena sifat bahannya yang higroskopis. Kenaikan kadar air ini dapat mengubah kualitas teh hitam menjadi tidak baik. Sehingga dibutuhkan penanganan yang tepat supaya kualitas teh hitam tetap terjaga. Salah satunya adalah dengan pengemasan yang baik, berikut tujuan dari pengemasan:
1)      Melindungi produk dari kerusakan
2)      Memudahkan pengangkutan
3)      Efisien dalam penyimpanan gudang
4)      Mencegah terjadinya kenaikan kadar air
5)      Menjaga aroma dan mutu teh hitam
6)      Sarana promosi

Bubuk teh yang telah dicampur di tea bulker kemudian dialirkan ke dalam tea packer. Di bawah tea packer telah disiapkan karung yang di dalamnya dilapisi plastik terlebih dahulu sebagai tempat untuk mengemas bubuk teh. Pada tea packer terdapat lantai yang dapat bergetar. Hal ini digunakan supaya bentuknya lebih padat dan dan mengurangi adanya udara di dalamnya. Selanjutnya bubuk teh ditimbang dengan ketentuan tiap karung adalah 50 kg.
Sebelum dilakukan pengemasan pada karung pengemas diberi sablon logo yang menunjukkan jenis grade teh dan beratnya untuk membedakan tiap grade teh. Karung yang digunakan mempunyai harga @ Rp 2.950,00/karung dan untuk plastik harga @ Rp 1.350,00/plastik. Untuk teh hitam yang mempunyai partikel kecil (halus) ukuran karung yang digunakan adalah panjang 115 cm dan lebar 75 cm, sedangkan untuk partkel teh hitam yang besar digunakan karung dengan ukuran panjang 120 cm clan lebar 80 cm.


Tabe15.3 Berat Kemasan menurut Grade Teh Hitam PPTK Gambung

MUTU I
MUTU II
Grade
B erat (Kg)
Grade
Berat (Kg)
OP
-


FOP
-
BP II
50
BOP
50
BT II
45
BOPF
50
PF II
50
PF
55
Dust II
60
BP I
60
PF III
55
Dust
60
Dust III
60
BT I
40
BTL
40
BM
50
BBL
45










  
DAFTAR PUSTAKA

Adisewojo R. 1982. Bercocok Tanam Teh. Sumur. Bandung.

Arifin S., dkk. 1994. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. Bandung.

Harler, C, R. 1963. Tea Manufacture. Oxford University Press.
Jenie, Betty Sri Laksmi. 1989. Sanitasi Dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas. IPB. Bogor.

Kirk, R. E. and P. F. Othmer, 1965. Chemistry of Tea. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol 13 2nd. John Wiley and Sons Inc. New York.

Leniger, HA. 1941. Handleding Voor de Theebereiding. De Centrale Vereeniging tot Beheer Van Preefstations. Bogor.

Pintauro, D. N., 1977. Tea and Soluble Tea Product Manufacture. Noyes data Co. New Jersey.

Tim Penyusun. 2008. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. Bandung.

Roberts, R.A.H., 1958. Teh Chemistry of Tea Manufacture. J. Sci. Food Agric. 9: 381-390.      .

Vb'inarno, F.G. dan Surono. 2002. Cara Pengolahan Pangan Yang Baik. M Brio Press. Bogor.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar